1.
Pengertian Bayi Prematur
Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi
prematur ataupun bayi preterm adalah
bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan berat badan, sebagian
besar bayi prematur lahir dengan berat badan kurang 2500 gram (Surasmi,
Handayani & Kusuma, 2003, hlm 31).
2. Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur diantaranya:
(a)
Faktor ibu, riwayat kelahiran prematur
sebelumnya, perdarahan antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidromion,
penyakit jantung / penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat,
infeksi, trauma, kebiasaan, yaitu pekerjaan yang melelahkan, merokok;
(b)
Faktor janin, cacat bawaan, kehamilan ganda,
hidramion, ketuban pecah dini;
(c)
Keadaan sosial ekonomi yang rendah
(Prawirohardjo, 2006, hlm. 775)
3. Masalah pada Bayi Prematur
Bersangkutan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik
anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul beberapa kelainan seperti : (a)
suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan
lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih luas dibandingkan dengan berat badan, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang
oleh karena lemak coklat (brown fat)
yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana
mestinya; (b) Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada
bayi prematur. Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan (rasio lesitin/
sfingomielin kurang dari dua), pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum
sempurna, otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung
(pliable thorax). Penyakit gangguan
pernafasan yang sering diderita bayi prematur adalah penyakit membran hialin
atau respiratory distress syndrome
(RDS) dan aspirasi pneumonia. Di samping itu sering timbul pernafasan periodik
(periodic breathing) dan apnea yang
disebabkan oleh pusat pernafasan di medulla belum matur; (c) Gangguan alat
pencernaan dan masalah nutrisi : distensi abdomen akibat dari motilitas usus
berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung
bertambah, daya untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang
larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang, kerja dari sfingter
kardio-esofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi
lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi; (d) Immatur hati memudahkan
terjadinya hiperbillirubinemia dan defisiensi vitamin K; (e) Ginjal yang
immatur baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urin yang sedikit, urea
clearance yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan
elektrolit dari badan dengan akibat mudahnya terjadi edema dan asidosis metabolik;
(f) perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh, kekurangan
faktor pembekuan seperti protrombin, dan faktor Chrismas; (g) Gangguan
imunologik, daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar
IgG gamma glubolin, bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan
daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baek; (h)
Perdarahan intraventrikuler, lebih dari 50% bayi prematur menderita
perdarahan intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur
sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindroma gangguan pernafasan.
Akibatnya bayi menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnia. Keadaan ini
menyebabkan aliran darah ke otak akan lebih banyak lagi karena tidak adanya
otoregulasi serebral pada bayi prematur, sehingga mudah terjadi perdarahan dari
pembuluh darah kapiler yang rapuh dan iskemia di lapisan germinal yang terletak
di dasar ventrikel lateralis antara nukleus dan ependim. Luasnya perdarahan
intraventrikuler ini dapat didiagnosis dengan ultrasonografi atau CT scan
(Prawirohardjo, 2006, hlm. 776-777).
0 comments:
Post a Comment