Peran Magnesium Sulfat dalam mencegah kejang pada imminent eclampsia ~ Kedokteran dan Kesehatan

Tuesday, August 28, 2018

Peran Magnesium Sulfat dalam mencegah kejang pada imminent eclampsia


Magnesium adalah obat pilihan untuk pencegahan eklamsia, karena dikaitkan dengan penurunan 59% risiko eklampsia, penurunan abruption sebesar 36%, dan secara klinis penurunan 46% kematian ibu. Pemberian intravena paling banyak digunakan 1 gram per jam dan biasanya diberikan setidaknya dalam persalinan aktif selama 12 sampai 24 jam postpartum (Berghella, 2012).

Pada dasarnya ada dua rejimen utama yang tersedia untuk pemberian MgSO4 yaitu regimen Pritchard dosis bolus loading 4 g MgSO4 diberikan perlahan intravena selama 5-10 menit dan diikuti oleh 10 g diberikan secara intramuskular (5 g di masing-masing bokong). Selanjutnya, 5 g diberikan secara intramuskular setiap 4 jam. Sedangkan regimen Zuspan, dosis loading intravena 4 g perlahan selama 5-10 menit diikuti dengan dosis perawatan 1-2 g setiap jamnya. Perlu dicatat bahwa untuk 50% MgSO4, 1 ml larutan mengandung 0,5 g MgSO4 sedangkan untuk larutan 20%, 1 ml berisi 0,2 g MgSO4. Pemantauan penting harus dilakukan, pastikan dosis yang tepat diberikan dan apapun rejimen yang dipilih, obat harus diberikan sampai 24 jam setelah melahirkan (Tukur, 2009).

Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang (POGI, 2016).

Efek samping, khususnya flushing, terjadi pada 24% dari wanita dengan magnesium, dibandingkan dengan 5% kontrol. Hampir semua data tentang efek samping dan keamanan berasal dari penelitian menggunakan rejimen intramuskular (IM) atau rute intravena (IV) dengan 1 g / jam untuk penggunaan sekitar 24 jam. Penelitian tersebut telalu kecil untuk kesimpulan yang dapat diandalkan tentang perbandingan efek. Obat antidotum yang diberikan  adalah 1 g 10% kalsium glukonat intravena secara perlahan (Duley, et al., 2010).


Komplikasi gangguan kehamilan terjadi setiap 5-10% kehamilan.  Gangguan ini antara lain adalah gestasional hipertensi, preeklamsia, hipertensi kronik, dan preeklamsia yang bertumpang tindih dengan hipertensi kronik. Gangguan hipertensi pada kehamilan  berhubungan dengan komplikasi maternal dan janin. Estimasi saat ini eklamsia menjadi penyebab 50.000 kematian ibu per tahun di seluruh dunia. Pemberian obat anti-hipertensi masih menjadi perdebatan mengenai efeknya pada ibu hamil terutama yang disertai dengan preeklamsia ringan. Pemberian magnesium sulfat menjadi salah satu alternatif dan ternyata terbukti dalam mencegah eklamsia berulang.
Imminent eclampsia dijelaskan merupakan suatu kondisi ketika tekanan darah diastolik 110 mmHg pada dua kali pengukuran dan proteinuria yang signifikan (1gr dalam 24 jam) lalu disertai dengan nyeri kepala hebat, gangguan penglihatan, nyeri regio epigastrik, clonus’s signs, papilloedema, gangguan pada hepar (SGPT >50 iu/L). Eklamsia dikenali ketika terjadi konvulsi umum dan/atau koma pada kasus preeklamsia tanpa riwayat gangguan neurologis. Manifestasi eklamsia dapat muncul kapanpun sejak trimester kedua hingga masa nifas. Terminasi kehamilan masih menjadi satu-satunya terapi kuratif. Saat ini, eklamsia dipercaya sebagai salah satu hasil akhir dari preeklamsia berat.
Insidensi tertinggi eklamsia terjadi pada wanita usia muda di bawah 20 tahun, namun data juga menunjukkan adanya peningkatan insidensi pada wanita usia di atas 35 tahun. Kejang eklamsia terjadi pada 0.5% kasus preeklamsia dan 2% pada kasus preeklamsia berat. Negara berkembang memiliki insidensi 6 hingga 100 kasus per kelahiran. Sayangnya, setengah kasus eklamsia terjadi pada saat sebelum persalinan dan lebih dari seperlimanya terjadi pada usia kehamilan 31 minggu atau kurang. Hanya sepertiga lebih kasus yang terjadi pada saat persalinan dan pada saat perawatan intrapartum (48 jam). Post partum eklamsia terjadi pada saat 48 jam setelah melahirkan hingga tidak lebih dari 4 minggu post partum.
Faktor resiko eklamsia adalah diabetes mellitus semenjak sebelum kehamilan, penyakit vaskular atau jaringan, nefropati, sindrom antibodi antifosfolipid, obesitas, riwayat keluarga dengan preeklamsia, ras Afrika-Amerika dan status sosio ekonomi. Eklamsia merupakan hasil dari vasospasma dan iskemik.
Magnesium sulfat menjadi pilihan terapi eklamsia karena memiliki efek vasodilator serebral yang akan mengurangi kejadian iskemik dengan cara mengurangi vasospasme serebral. Magnesium sulfat sekarang digunakan pada beberapa pasien preeklamsia dengan tujuan profilaksis terhadap kejang dan terbukti dapat mengurangi kejadian kejang pada eklamsia dan preeklamsia berat. Sampai saat ini penggunaan magnesium sulfat masih memiliki kekurangan bukti mengenai jumlah dosis yang tidak membahayakan pasien. Pemantauan sangat dibutuhkan berdasarkan administrasi dan memantau jika pasien memiliki terapi tambahan.
Tujuan studi ini adalah untuk melihat peran magnesium sulfat dalam penanganan hipertensi pada kehamilan dan melihat seberapa bergunanya tatalaksana ini untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pada kelahiran.
A.    Metodologi
Beberapa seri studi kasus dilakukan di unit ginekologi dan obstetri Rumah Sakit Nasional Liaquat Karachi Pakistan dimulai pada 17 Januari 2007 hingga 17 Januari 2008. Kriteria inklusi dan eksklusi yang digunakan adalah:
·           Kriteria inklusi
o   Pasien dengan imminent eclampsia berdasarkan tekanan darah sistolik 170 mmHg atau diastolik 110 mmHg pada dua kali pengukuran
o   Pasien dengan proteinuria yang signifikan (1 gram protein dalam 24 jam)
o   Pasien dengan gejala nyeri kepala berat, gangguan penglihatan, nyeri regio epigastrik, papilloedema, pembesaran hati, trombositopenia (<100 x 109 / L), SGPT meningkat hingga > 50 iu/L.
·           Kriteria eksklusi
o   Gangguan ginjal kronis
o   Gangguan jantung dan pernapasan
o   Sensitif terhadap Magnesium Sulfat
Magnesium sulfat digunakan untuk mencegah kejadian kejang pada pasien dengan imminent eclampsia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari Magnesium Sulfat dalam mencegah terjadinya kejang pada imminent eclampsia. Keamanan penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan adanya depresi nafas, oliguri, dan hilangnya refleks patella. Hal lain yang diperhatikan adalah outcome janin hidup atau mati, skor apgar pada menit pertama dan kelima, berat bayi lahir, kondisi ibu secara umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, dan kejadian kejang berulang.
Dosis Magnesium Sulfat yang digunakan adalah dosis Pritchard dengan 4 gram dilarutkan dalam 12 ml aqua melalui infus selama 10-15 menit. Dosis ini diikuti dengan dosis rumatan sebesar 1-2 gr/jam dengan tetesan 60/menit melalui infus dan diteruskan hingga 24 jam paska persalinan.
Informed consent dilakukan pada semua pasien dalam penelitian ini. Anamnesis dan pemeriksaan fisik secara detail juga dilakukan pada semua pasien. Pemeriksaan lab yang dilakukan adalah darah lengkap, profil koagulasi, asam urat serum, SGPT, dan profil protein urin dalam 24 jam.
Selama tatalaksana dilakukan, pasien dan janin dimonitor dengan hati-hati. Tanda-tanda vital ibu dicek tiap jam beserta output urin (>50 ml/jam), dan refleks patella. Monitor pada janin dilakukan dengan electronic fetal heart monitor selama persalinan dan pengukuran skor apgar di menit pertama dan kelima setelah bayi lahir.
Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 10. Statistik deskriptif seperti mean + frekuensi SD dan persentasi juga dihitung.
B.     Hasil
Didapatkan 50 partisipan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada satupun yang meninggalkan rumah sakit selama pengobatan dan diikuti setiap hari sampai persalinan dan periode paska persalinan. Usia rata-rata pasien adalah 29,28 tahun dan kebanyakan pasien adalah primigravida. Rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 159,86 mmHg dan diastolik sebesar 109,90 mmHg. Didapatkan frekuensi nafas rata-rata adalah 20 x/menit.
Magnesium sulfat diberikan untuk mencegah kejang pada seluruh partisipan. Didapatkan satu pasien yang mengalami kejang meskipun telah diberikan magnesium sulfat (2% pada kasus). Dosis yang digunakan adalah dosis dengan toksisitas dan komplikasi minimal. Tidak ditemukan adanya bukti depresi nafas, refleks patella normal dan stabil selama penanganan dilakukan. Hematuria dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) tidak ditemukan pada seluruh partisipan. Namun terdapat satu pasien yang mengalami oliguri (2% pada kasus).
Monitor terhadap detak jantung janin dilakukan selama proses persalinan dan outcome janin diukur dengan skor apgar pada menit pertama dan kelima setelah kelahiran. 33-39 pasien dari total 50 partisipan memiliki skor apgar >5. Outcome janin juga dinilai dari kondisi bayi setelah lahir, berat bayi lahir, dan kondisi keperluan perawatan di NICU (Neonatal Intensive Care Unit).
Efek neonatal yang merugikan didapatkan sianosis (46%), respiratory distress syndrome (30%), jaundice (36%), hipotermia (26%), hipoglikemia (8%), hipokalemia (2%), gejala kejang konvulsi (14%). Keseluruhan bayi dari partisipan dipulangkan dalam kepuasan (74%). Terdapat kematian neonatal (22%), satu kematian intra uteri (2%), dan satu kematian intra partu (2%).
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis penulis bahwa terdapat efek dari pemberian magnesium sulfat dalam mencegah kejang pada pasien dengan imminent eclampsia.
C.    Diskusi
Tatalaksana pada preeklamsia/eklamsia adalah melahirkan janin. Selama janin belum dilahirkan, ibu hamil memiliki peningkatan resiko terjadinya komplikasi seperti kejang, abrupsi, trombositopenia, perdarahan serebral, edema pulmo, perdarahan hepar, dan gagal ginjal. Persalinan tidak selalu memberikan hasil yang baik pada janin, terutama jika dilahirkan preterm. Janin juga memiliki peningkatan resiko IUGR dan stillbirth pada preeklamsia. Manajemen konservatif dapat dilakukan pada beberapa kasus untuk mendapatkan janin yang matur.
Gestasional hipertensi didefinisikan ketika tekanan darah sistolik >140 mmHg atau diastolik >90 mmHg pada wanita yang memiliki tekanan darah normal sebelum usia kehamilan 20 minggu. Hipertensi berat sebaiknya mendapatkan terapi untuk menghindari komplikasi vaskular maternal. Wanita dewasa dengan tekanan darah diastolik >105-110 mmHg atau sistolik >160-180 mmHg sebaiknya diberikan terapi. Ambang batas pada wanita remaja lebih rendah karena batas dasar tekanan diastolik <75 mmHg, pada beberapa pasien terapi dapat diberikan ketika tekanan diastolik >100 mmHg.
Preeklamsia dengan hipertensi berat diberikan terapi awal menggunakan terapi antihipertensi secara oral. Penggunaan obat antihipertensi tergantung pada setiap klinisi berdasarkan keuntungan maternal dan fetus serta komplikasi (teratogenesis, fetotoxicity, dan neonatal toxicity) dari setiap obat. Terdapat bukti yang kurang kuat bahwa magnesium sulfat lebih superior dibandingkan obat-obat yang lain untuk mengurangi kejadian kejang berulang. Namun terdapat rekomendasi yang kuat bahwa magnesium sulfat dapat dipertimbangkan untuk wanita dengan preeklamsia yang memiliki resiko serius terjadinya eklamsia.
Penelitian yang dilakukan di Perancis mengevaluasi indikasi, cara administrasi, dan keamanan magnesium sulfat pada preeklamsia berat. Penelitian ini dilakukan pada 57 pasien dengan preeklamsia yang diberikan magnesium sulfat (bolus intravena 4.5 gr dalam 20 menit dan diikuti dosis rumatan sebesar 1.5 gr/jam) dengan atau tanpa pemberian obat antihipertensi. Indikasi utama pemberian magnesium sulfat adalah hiperrefleksia (75%). Didapatkan 47% kasus dengan usia kehamilan kurang dari 33 minggu tidak adanya kejadian eklamsia. Didapatkan satu partisipan dengan overdosis yang membaik ketika dosis rumatan dihentikan. Satu pasien pula memiliki efek samping minor akibat pemberian magnesium sulfat. Penelitian ini menunjukkan protokol ketat untuk penggunaan magnesium sulfat diperlukan (Girard, et al., 2005). Penelitian yang dilakukan Tabassum dan Naqvi menggunakan dosis yang menunjukkan efek toksik dan komplikasi minimal. Tidak ditemukan adanya depresi nafas, refleks patella tetap baik, dan tidak ada satupun pasien yang mengalami hematuria atau DIC. Namun terdapat satu pasien mengalami oliguria (2%). Penelitian yang dilakukan Tabassum dan Naqvi juga memasukkan outcome neonatal.
Sebuah penelitian dilakukan di Nepal untuk melihat insidensi dan dampak perubahan dalam strategi intervensi untuk manajemen eklamsia di rumah sakit maternitas pada hasil maternal dan perinatal. Kasus analisis dilakukan pada dua periode yang berbeda, periode A (April 1994 sampai Oktober 1996) dan periode B (April 2000 sampai April 2001). Total kasus eklamsia (periode A dengan 46 kasus dan periode B dengan 47 kasus) yang mendapatkan intervensi dibandingkan meskipun dalam dua periode yang berbeda. Diazepam digunakan sebagai intervensi pada periode A sedangkan magnesium sulfat digunakan sebagai intervensi pada periode B. Hasil menunjukkan adanya kematian maternal pada periode A sedangkan tidak ada kematian maternal pada periode B. Perbaikan dari kejang berulang didapatkan periode A berbanding periode B sebesar 73.91% : 19.13%. perbandingan kematian perinatal pada periode A dan B sebesar 33% : 20%. Secara umum, pemberian intervensi eklamsia menggunakan magnesium sulfat menunjukkan hasil yang lebih positif dibandingkan dengan pemberian diazepam pada outcome maternal (Chaudhary, 2005). Tabassum dan Naqvi menemukan  22% kematian perinatal pada penelitian yang mereka lakukan dan hanya menggunakan magnesium sulfat sebagai intervensi.
Penelitian lain yang dilakukan di India mempelajari efektifitas dosis rendah magnesium sulfat sebagai kontrol untuk kejang eklamsia dan profilaksis kejang pada imminent eclampsia. 570 kasus eklamsia dan 480 kasus imminent eclampsia digunakan sebagai kasus penelitian dan diberikan magnesium sulfat dosis rendah. Kejang eklamsia teratasi pada 91.93% kasus dan kejadian kejang berulang terjadi pada 7.89% kasus. Magnesium dosis rendah efektif sebagai profilaksis eklamsia pada imminent eclampsia pada 98.75% kasus (Sardesai, et al., 2003). Penelitian yang dilakukan Tabassum dan Naqvi menunjukkan bahwa magnesium sulfate dapat menjadi profilaksis eklamsia pada 98% kasus imminent eclampsia. Kedua bukti ini menunjukkan bahwa magnesium dosis rendah adalah terapi yang efektif dalam mengatasi kejang eklamsia dan sebagai profilaksis kejang pada imminent eclampsia.
Di Amerika dilakukan penelitian untuk meneliti peran magnesium sulfat sebagai pencegah progesi penyakit pada wanita dengan preeklamsia ringan. Studi secara acak dilakukan pada 222 kasus preeklamsia ringan dan dibagi menjadi dua grup (109 kasus dengan pemberian magnesium sulfat intravena dan 113 kasus dengan pemberian plasebo). Didapatkan 12.8% dari grup magnesium dan 16.8% dari grup plasebo mengalami perkembangan penyakit menjadi preeklamsia berat. Tidak ada satupun dari kedua grup yang mengalami eklamsia atau trombositopenia. Perbandingan grup magnesium dan grup plasebo dalam beberapa hal adalah sebagai berikut; persalinan seksio sesaria (30% vs 25%), korioamnionitis (3% vs 2.7%), endometritis (5.3% vs 4.3%), dan perdarahan post partum sebesar 1% vs 0.9%. Skor apgar pada kedua grup menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh. Penelitian ini menunjukkan bahwa magnesium sulfat tidak memiliki efek besar pada progesi penyakit preeklamsia ringan (Livingston, et al., 2003). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Tabassum dan Naqvi, magnesium sulfat menunjukkan efektifitas untuk mencegah kejang pada imminent eclampsia sebesar 98%.
Penelitian lainnya yang dilakukan di Bangladesh, peneliti menilai peran injeksi magnesium sulfat pada eklamsia dan preeklamsia berat pada tingkat komunitas di daerah pedesaan sebelum dikirim ke rumah sakit. Pada 265 kasus dibagi menjadi dua grup dengan pemberian injeksi dan grup lainnya tidak (133 vs 132). Jumlah rata-rata kejadian kejang sebelum intervensi pada grup intervensi dan non intervensi adalah sebesar 4.7 ± 2.64 & 6.86 ± 2.97. Kejadian kejang berulang yang terjadi pada grup non intervensi lebih banyak dibandingkan dengan grup intervensi dengan nilai p <0.001. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kesadaran penuh setelah kejang terjadi adalah 12.0 ± 9.6 dan 17.4 ± 7.4 jam pada grup intervensi dan non intervensi. Injeksi magnesium sulfat 10 gr loading dose diberikan pada 94% kasus pada grup intervensi dan 74% pada grup non intervensi. Didapatkan kematian maternal sebesar 2.3% pada grup intervensi dan 10.4% pada grup non intervensi dengan nilai p<0.005. Kejadian lahir mati yang didapatkan sebesar  13.7% pada grup intervensi dan 20% pada grup non intervensi dengan perbedaan statistik nilai p<0.001. Hasil yang memuaskan didapatkan melalui pemberian injeksi magnesium sulfat di tingkat komunitas pada daerah pedesaan pada kasus eklamsia dan preeklamsia berat (Shamsuddin, et al., 2005).
D.    Kesimpulan
Tabassum dan Naqvi menyimpulkan berdasarkan penelitian yang mereka lakukan bahwa magnesium sulfat efektif dalam mengurangi tekanan darah dan sebagai pencegah kejang pada pasien dengan imminent eclampsia tanpa efek samping yang signifikan. Didapatkan efek samping minimal pula pada janin. Hasil penelitian mereka dapat dibandingkan dengan penelitian-penelitian internasional lainnya. Untuk penelitian selanjutnya, Tabassum dan Naqvi merekomendasikan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek samping magnesium sulfate pada preeklamsia berat.
Penggunaan magnesium sulfat merupakan terapi pilihan pada beberapa panduan tatalaksana, baik internasional maupun Indonesia. Efek samping yang minimal menjadi salah satu pertimbangan pemilihan magnesium sulfate dengan tetap memperhatikan kondisi frekuensi nafas, refleks patella, dan produksi urin. Hasil baik yang diberikan magnesium sulfat dalam mengatasi kejang eklamsia dan mencegah eklamsia pada preeklamsia berat menunjukkan keunggulan regimen ini.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai pemberian magnesium sulfate masih minim dilakukan. Efek pemberian magnesium sulfat bersama pemberian obat antihipertensi juga masih sulit dicari buktinya. Diharapkan penelitian-penelitian selanjutnya dapat menunjukkan efek kombinasi magnesium sulfat dan obat antihipertensi terutama dengan kondisi di Indonesia.




0 comments:

Post a Comment