1.Definisi
Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah
rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma
belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause
hanya kirakira 10% mioma yang masih tumbuh. Neoplasma jinak ini berasal dari
otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan
dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atapun fibroid (Prawirohardjo,
2014).
Mioma
juga sering disebut sebagai fibroid, adalah tumor jinak yang berkembang di
dalam ataupun sekitar uterus. Istilah medis dari fibroid biasa disebut sebagai
leiomyomas, adalah tumor pada jaringan otot yang tumbuh pada dinding uterus
(Healthgrades 2013).
Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa
gejala, sehingga kebanyakan penderita tidak menyadari adanya kelainan pada
uterusnya. Hanya 10- 20% yang membutuhkan penanganan. Gejala klinik yang
ditimbulkan terutama perdarahan menstruasi yang berlebihan, infertilitas,
abortus berulang, dan nyeri akibat penekanan massa tumor (Thomason,2008).
Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan
operasi yaitu histerektomi ( pengangkatan rahim ) atau pada wanita yan ingin
mempertahankan kesuburannya, miomektomi ( pengangkatan mioma ) dapat menjadi
pilihan (Djuwantono, 2004).
Secara
patologi, mioma uteri berbentuk bulat, putih mutiara, licin, dan kenyal. Mioma
uteri tidak menyatu pada lapisan myometrium melainkan dilapisi jaringan ikat
tipis di permukaan luarnya. Secara histologi, mioma uteri tersusun atas otot
polos, jaringan ikat fibrosa, dan banyak pembuluh darah (Edmonds, 2007)
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari
serviks uterus dan hanya 1-3%, sisanya adalah dari korpus uterus. Maka
pembagian menurut letaknya dapat kita dapati sebagai:
1.Mioma submukosum: berada di bawah
endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh
bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks dan
disebut myom geburt. Myom jenis ini
dapat mengalami infeksi dan nekrosis karena gangguan sirkulasi
darahnya,sehingga menimbulkan gejala metroragia atau menoragia disertai leukore
dan gangguan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus itu sendiri.
Myom geburt sendiri sering disalahartikan dengan kanker serviks
2.Mioma intramural: mioma terdapat di
dinding uterus di antara serabut miometrium
3.Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar
dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga
disebut wandering/parasitic fibroid (Prawirohardjo, 2014).
Gambar 1. Letak-letak tumbuhnya mioma
pada uterus (Miller-Keane, 2000)
2.
Epidemiologi Mioma Uteri
Kejadian mioma uteri sebesar 20-40% pada
wanita yang berusia lebih dari 35 tahun. Wanita yang sering melahirkan sedikit
kemungkinannya untuk perkembangan mioma ini dibandingkan dengan wanita yang
tidak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma
uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya satu kali
hamil. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras dan
nulipara. Mioma uteri terjadi pada 10% wanita ras kaukasia dan 30% wanita kulit
hitam. Predisposisi genetik dan faktor-faktor lingkungan (misalnya, variasi
hormon) dapat menjadi pencetusnya. Setelah menopause, mioma menyusut karena
stimulasi estrogen sudah menurun. Sekitar 1 dari 1000 kasus mioma merupakan
leiomiosarkoma atau karsinoma (Sinclair dkk, 2010)..
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma
ditemukan hanya 0,32%-0,6% dari seluruh mioma dan merupakan 50-75% dari semua
sarkoma uterus (Prawirohardjo, 2007). Studi yang dilakukan oleh Ekine dkk
(2015) menyebutkan bahwa angka kejadian gangguan reproduksi di negara
berkembang mencapai 36% dari total beban sakit yang diderita selama masa
produktif. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20% -35% dari seluruh
wanita di dunia (Ekine et al., 2015).
.National
Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion periode
1994-1999, melaporkan bahwa mioma uteri merupakan salah satu penyebab
dilakukannya tindakan histerektomi pada wanita Amerika usia reproduktif 7.403
dari 3.525.237 histerektomi atau sekitar 2,1 per 1000 wanita.Menurut Center of Disease Prevention and Control (CDC) Tahun 2013 yang dikutip dari Rawal Medical Journal menyebutkan bahwa
tindakan histerektomi dilakukan pada sekitar
5 per 1000 wanita Amerika setiap tahun (Bhati, 2013).
3.
Etiologi Mioma Uteri
Meskipun penyebab pasti dari mioma belum
diketahui, penelitian lebih lanjut menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya mioma uteri, yaitu: faktor hormonal, faktor
pertumbuhan (growth factor), dan
biologi molekuler dari tumor jinak ini. Faktor-faktor ini yang kemungkinan
berperan pada inisiasi perubahan genetik pada mioma termasuk kelainan abnormal
intrinsik pada miometrium, kenaikan jumlah receptor estrogen di miometrium,
perubahan hormonal atau respon terhadap inflamasi pada saat menstruasi.
Perubahan genetik ini dipengaruhi oleh promotor (hormon) dan efektor (faktor
pertumbuhan).
Mioma merupakan monoklonal dimana sekitar 40%
kromosomnya ditemukan abnormalitas, sementara 60% sisanya mengalami mutasi yang
tidak diketahui. Perbedaan genetik antara mioma dan leiomiosarkoma menunjukkan
bahwa keduanya berasal dari sel yang berbeda dan leiomiosarkoma bukan merupakan
hasil dari degenerasi malignansi mioma. Baik estrogen maupun progesteron diduga
berperan dalam inisiasi terjadinya perkembangan mioma. Sementara faktor
pertumbuhan yang diproduksi oleh sel otot lunak dan fibroblas berperan dalam
mengontrol proliferasi dan stimulasi pertumbuhan mioma (Parker, 2007).
4. Gejala pada Mioma Uteri
Walaupun munculnya mioma tidak pernah
dikaitkan dengan mortalitas, tetapi mioma dapat meningkatkan morbiditas dan
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Gejala-gejala yang umumnya timbul yang
patut dicurigai ke arah terjadinya mioma uteri antara lain:
- Perdarahan abnormal, biasanya menoragia,
keluhan ini yang biasanya mendorong pasien untuk memeriksakan diri
- Periode menstruasi >7 hari
- Nyeri pelvis
- Gangguan berkemih seperti sulit berkemih
tuntas, nokturia, inkontinensia urin
- Konstipasi
- Nyeri punggung,
ataupun nyeri pada tungkai atas (mayoclinic).
Pada mioma geburt gejala yang menonjol berupa
perdarahan pervaginam diantara siklus haid yang bervariasi mulai dari
perdarahan bercak hingga perdarahan massif. Darah yang keluar berupa darah
segar dan kadang disertai nyeri sehingga dapat diduga sebagai haid yang
memanjang. Selain itu mioma submukosa juga dapat menyebabkan perdarahan intermenstrual, perdarahan post coital,
perdarahan vaginal terus menerus atau dismenore (Prawirohardjo, 2014).
5.
Penegakan Diagnosis pada Mioma Uteri
Leiomioma dapat dikaitkan dengan
ketidakteraturan menstruasi, nyeri, dan infertilitas. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis banding berbasis gejala secara menyeluruh seperti tertera
pada tabel yang diambil dari Kate E. Rice, 2012 berikut
Diagnosis mioma geburt dapat ditegakkan mulai
dari anamnesis, dimana pasien bisa meraba suatu massa yang menonjol keluar dari
jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat perdarahan
pervginam terutama pada perempuan pada usia 40 tahun, kadang juga dikeluhkan
perdarahan kontak seperti saat berhubungan seksual.
Pada pemeriksaan laboratorium, temuan anemia
merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus
yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan
eritopoetin yang pada beberapa kasus meyebabkan polisetemia. Adanya hubungan
antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma
terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian
menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan
darah lengkap, urin lengkap dan tes kehamilan pada pasien mioma (Prawirohardjo,
2014).
Secara klinis mioma subserosa dan intramural
dapat didiagnosa dari pemeriksaan pada pelvis dengan temuan adanya perbesaran,
bentuk abnormal dan irregular, dan non tender pada uterus. Pemeriksaan dengan
USG tidak diperlukan jika diagnosis hampir pasti dapat ditegakkan. Tetapi
umumnya untuk mioma submukosa diperlukan konfirmasi hasil pemeriksaan dengan pencitraan
seperti USG, histeroskopi, saline-infusion sonography atau MRI untuk menegakkan
diagnosa (Parker, 2007).
Pencitraan dengan radiologi juga dapat
dilakukan untuk mendukung diagnosa mioma uteri. Pencitraan radiologi yang dapat
dilakukan antara lain USG, saline infusiĆ³n sonography, histeroskopi dan MRI.
USG transvaginal adalah pencitraan yang paling sering tersedia dan paling murah
dalam segi biaya dan membantu dalam membedakan mioma dengan kondisi lain dari
pelvis. Mioma dengan ukuran yang besar mungkin lebih baik bila dicitrakan
dengan kombinasi antara USG transabdominal dan transvaginal. Hasil USG pada
mioma dapat bervariasi, tetapi umumnya kesan simetris, batas tegas, hipoekoik,
dan massa yang heterogen. USG mungkin tidak adekuat dalam menentukan pastinya
berapa jumlah mioma yang ada dan posisi dari mioma, tetapi USG transvaginal
dapat menentukan dengan syarat volume uterus <375ml atau berisi empat mioma
atau lebih sedikit.
MRI adalah alat yang paling baik saat ini
untuk menentukan jumlah, posisi dan ukuran dari mioma uteri dan mempunyai
modalitas paling baik untuk melihat penetrasi dari mioma submukosa pada
miometrium. Keunggulan MRI lainnya adalah tidak adanya ketergantungan terhadap
teknik yang dilakukan oleh operator dan rendahnya tingkat perbedaan dalam
pembacaan interpretasi oleh pemeriksa dari gambaran mioma submukosa, mioma
intramural dan adenomiosis dibandingkan dengan menggunakan USG transvaginal,
saline-infusion sonogram ataupun histeroskopi (Parker, 2007)
6.
Penatalaksanaan Mioma Uteri
Tidak semua mioma uteri memerlukan
pembedahan, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam
bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan
gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor terbagi
menjadi:
1.Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone
(GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH
agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen
dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan
mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat
progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran
mioma uteri (Hadibroto, 2005).
2.Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri
menurut American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM)
antara lain:
a.
Perdarahan uterus
yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b.
Dugaan adanya
keganasan
c.
Pertumbuhan mioma
pada masa menopause
d.
Infertilitas
kerana gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
e.
Nyeri dan
penekanan yang sangat menganggu
f.
Gangguan berkemih
maupun obstruksi traktus urinarius
g.
Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005).
Tindakan pembedahan yang dilakukan
adalah miomektomi atau histerektomi.
1.
Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma
saja tanpa pengangkatan uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi.
Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara
ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan
memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%
(Prawirohardjo, 2014). Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi,
histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada
dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan
miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan
terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat
ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi
perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada
pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum
yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan teknik ini adalah masa penyembuhan
paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat
timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan
perdarahan. Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.
Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara
laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga
dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan
ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium,
rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi
merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya (Hadibroto, 2005).
2.
Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang
umumnya adalah tindakan terpilih (Prawirohardjo, 2014). Tindakan histerektomi
pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan
apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada
traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu
(Hadibroto, 2005). Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal
(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy
(STAH). Masing - masing prosedur ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang
lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung
kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di
mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan
granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret
vagina dan perdarahan paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada
pasien yang menjalani STAH. Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam,
dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum
histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi
ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma
yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi
pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari
segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi
lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibanding histerektomi abdominal
(Hadibroto, 2005).
7.
Komplikasi Mioma Uteri
Komplikasi
yang terjadi pada mioma uteri :
a) Degenerasi Ganas
Mioma
uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma,
serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru
ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan
akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
sarang mioma dalam menopause.
b) Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang
mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini
hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma
dalam rongga peritoneum.
c) Nekrosis dan Infeksi
Sarang
mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan
sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga
perdarahan berupa mtroragia atau menoragia disertai leukorea dan
gangguangangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
d) Mempengaruhi kehamilan
Mengurangi kemungkinan perempuan menjadi hamil,
terutama miomauteri submukosum. Kemungkinan abortus juga akan bertambah.
Kelainan letak janin dalam rahim kemungkinan juga dapat terjadi, terutama pada
mioma yang besar dan letak subserosum (Prawirohardjo, 2014).
0 comments:
Post a Comment