Abortus ~ Kedokteran dan Kesehatan

Thursday, August 30, 2018

Abortus


A.   Definisi

Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan yang sedang berlangsung sebelum mencapai umur 28 minggu atau berat janin sekitar 500 gram (Manuaba, 2007).

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2008).

Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini berdasar umur kehamilan dan berat badan. Dengan lain perkataan abortus adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan berat kurang dari 500 gr (Handono, 2009).



B.   Etiologi

Penyebab abortus ada berbagai macam yang diantaranya adalah :

1)      Faktor maternal

a) Kelainan genetalia ibu

                Misalnya pada ibu yang menderita:

1.      Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).

2.      Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.

3.      Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari     ovum yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, endometritis, dan mioma submukosa.

4.      Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola hidatidosa).

5.      Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis.

b) Penyakit-penyakit ibu

Penyebab abortus belum diketahui secara pasti penyebabnya meskipun    sekarang berbagai penyakit medis, kondisilingkungan, dan kelainan perkembangan diperkirakan berperan dalam abortus. Misalnya pada:

1.      Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.

2.      Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain.

3.      Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemi gravis.

4.      Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan vitamin A, C, atau E, diabetes melitus.

c) Antagonis rhesus

Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.

d) Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi

Misalnya, sangat terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi,   dan lain-lain. Dapat juga karena trauma langsung terhadap fetus: selaput janin rusak langsung karena instrument, benda, dan obat-obatan.

e) Gangguan sirkulasi plasenta

Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomali plasenta, dan endarteritis oleh karena lues.

f) Usia ibu

Usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari 20 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat reproduksi, kelainan pada kromosom, dan penyakit kronis.

2)      Faktor janin

Menurut Hertig dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka 48,9% disebabkan karena ovum yang patologis; 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio; dan 9,6% disebabkan karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80%).

3)      Faktor paternal

Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus. Yang jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus. Saat ini abnormalitas kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus (Carrel, 2003). Penyakit ayah: umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi, dekompensasi kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol, nikotin, Pb, dan lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis (Muchtar, 2002).



C.   Klasifikasi Abortus

1)      Abortus spontan

      Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage). Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan aborrtus septik.

a)      Abortus imminens (keguguran mengancam)

        Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi koreales ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepat berhenti, dan tidak disertai mules-mules.

b)      Abortus incipiene (keguguran berlangsung)

          Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.

c)      Abortus incomplet (keguguran tidak lengkap)

         Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.

d)     Abortus complet (keguguran lengkap)

         Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buahkehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat di permudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.

e)      Abortus infeksiosa dan Abortus septik

           Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering ditemukan pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium, dan peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

           Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda infeksi genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun.

f)       Missed abortion (retensi janin mati)

           Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih. Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan.

g)      Abortus habitualis

           Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturutturut tiga kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu. Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua kehamilan. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadi abortus lagi pada seorang wanita mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya, Warton dan Fraser dan Llwellyn-Jones memberi prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Sarwono, 2008).

2)      Abortus provokatus

           Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke Centers for Disease Control and Prevention (2003). Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun atau kurang, dan sebagian besar berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum menikah. Hampir 60% abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum minggu ke 12 kehamilan (Centers for Disease Control and Prevention, 2000).

          Manuaba (2007), menambahkan abortus buatan adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram. Abortus ini terbagi lagi menjadi:

a)    Abortus therapeutic (Abortus medisinalis)

Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.

b)   Abortus kriminalis

Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

c)    Unsafe Abortion

Upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien.



D.   Patologi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, syok, dan gagal ginjal akut.

1)      Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisasisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2)      Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita pelu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persolan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

3)      Infeksi

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.

4)      Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan infeksi berat (syok endoseptik).

5)      Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek infeksi dan hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial yang sangat berat sering disertai dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium yang disertai dengan komplikasi hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti terjadi. Pada keadaan ini, harus sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis yang efektif secara dini sebelum gangguan metabolik menjadi berat.




E.   Diagnosis

Menurut WHO, setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua daripada tiga gejala seperti di bawah harus dipikirkan kemungkinan terjadinya abortus:

i. Perdarahan pada vagina.

ii. Nyeri pada abdomen bawah.

iii. Riwayat amenorea.



Ultrasonografi penting dalam mengidentifikasi status kehamilan dan memastikan bahwa suatu kehamilan adalah intrauterin. Apabila ultrasonografi transvaginal menunjukkan sebuah rahim kosong dan tingkat serum Hcg kuantitatif lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per L), kehamilan ektopik harus dipikirkan. Ketika ultrasonografi transabdominal dilakukan, sebuah rahim kosong harus menimbulkan kecurigaan kehamilan ektopik jika kadar hCG kuantitatif lebih besar dari 3.500 mIU per mL (3.500 IU per L). Rahim yang ditemukan kosong pada pemeriksaan USG dapat mengindikasikan suatu abortus kompletus, tetapi diagnosis tidak definitif sehingga kehamilan ektopik disingkirkan.

Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), diagnosa abortus menurut gambaran klinis adalah seperti berikut:

i. Abortus Iminens (Threatened abortion)

a. Anamnesis – perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau ringan.

b. Pemeriksaan dalam – fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan.

c. Pemeriksaan penunjang – hasil USG.

ii. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

a. Anamnesis – perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi rahim.

b. Pemeriksaan dalam – ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim, dan ketuban utuh (mungkin menonjol).

iii. Abortus Inkompletus atau abortus kompletus

a. Anamnesis – perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri / kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.

b. Pemeriksaan dalam – ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan.

iv. Abortus Tertunda (Missed abortion)

a. Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak.

b. Pemeriksaan obstetri – fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi jantung janin tidak ada.

c. Pemeriksaan penunjang – USG, laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin).



Diagnosa abortus habitualis (recurrent abortion) dan abortus septik (septic abortion) menurut Mochtar (1998) adalah seperti berikut:

i. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)

a. Histerosalfingografi – untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali kongenital.

b. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula thyroidea.

ii. Abortus Septik (Septic abortion)

a. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit.

b. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya.

c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan dan leukositosis.

d. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.



F.    Penatalaksanaan

Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan abortus kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan.

Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita, diberikan tonika dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya adalah operatif yaitu operasi Shirodkar atau McDonald (Mochtar, 1998).

0 comments:

Post a Comment