SISTEM RESPIRASI ~ Kedokteran dan Kesehatan

Friday, August 12, 2016

SISTEM RESPIRASI

SISTEM RESPIRASI

·        HIDUNG: filter, penghangat, pelembab, penyalur
·        PHARYNX : penyalur
·        LARYNX : menjaga benda asing ke trackea
·        TRACHEA: menangkap dan menggerakkan benda asing keluar dengan silia
·        PARU:



o   Bronchus (primer, sekunder, tersier: filter dan penyalur)
o   bronchioles : filter dan pengalur
o   broncheolus terminal : filter dan penyalur
o   bronchiolus respiratorius : difusi/pertukaran gas
o   alveolus (duktus alveolaris dan saccus alveolaris): difusi/pertukaran gas

MEKANISME RESPIRASI
·        VENTILASI : INSPIRASI-EKSPIRASI
·        PERTUKARAN GAS ALVEPLUS
·        TRANSPORTASI
·        PERTUKARAN GAS SELULER
·        PENGATURAN RESPIRASI

MEKANIKA VENTILASI PARU
KEMBANG-KEMPIS PARU
1. Gerakan turun-naik diafragma
kontraksi diafragma → gerakan turun
relaksasi diafragma → gerakan naik
2. Depresi dan elevasi tulang iga → memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada.

Diafragma
Kontraksi diafragma, gerakan turun → memperbesar rongga dada, menarik permukaan bawah paru → inspirasi
Relaksasi diafragma, gerakan naik → dinding dada dan isi perut menekan paru , elastis recoil paru → paru mengempis → ekspirasi

Otot Respirasi
Otot inspirasi, mengelevasi rangka iga :
m.sternokleido-mastoideus, m.serratus anterior, m.skalenus. M.interkostal eksternum
Otot ekspirasi , mendepresi rangka iga dan menekan isi perut dan diafragma ke rongga dada : m.rectus abdominus, m.obliquus abd., m.transversua abd., m.interkostalis internus

RANGKA TULANG IGA
Istirahat: rangka iga miring kebawah, sternum turun
Kontraksi otot inspirasi → Rangka iga elevasi → tulang iga dan sternum maju menjauhi spinal → pembesaran 20 % pada inspirasi maksimal
Kontraksi otot ekspirasi m.rectus abdominus, m.interkostalis internus Depresi rangka iga → menekan paru untuk ekspirasi, kembali keposisi istirahat



DAYA LENTING (RECOIL) PARU
Paru cenderung untuk mengempis jika Diregangkan, disebabkan karena 2 faktor:
1. Serabut elastis paru : sepertiga kekuatan
2. Tegangan permukaan cairan yang melapisi alveoli (tarik-menarik antar molekul cairan) : dua pertiga kekuatan

Tekanan yang melawan daya lenting paru
Tekanan negatif intra-pleura diperlukan untuk mengatasi daya lenting paru, mencegah
pengepisan paru.
Normal : -4 mmHg
Inspirasi kuat : -12 mmHg sampai -18 mmHg
Fenomena saling bergantung antar alveoli: dinding alveolus berdekatan saling menahan
surfaktans

Surfaktans
Lipoprotein ( fosfolipid lesitin dipalmitoil)
Disekresi oleh sel pneumosit tipe II epitel alveolus     
Fungsi surfaktans:
1. Mengurangi tegangan permukaan cairan yang melapisi alveoli dari 50 dyne/cm tanpa surfaktans menjadi 5-30 dyne/cm ada surfaktans
2. Jika tidak ada surfaktans: diperlukan tekanan negatif pleura -20 sampai -30 mmHg untuk mencegah pengempisan paru
3. Menstabilkan ukuran alveolus. -Jika alveolus kecil, surfaktans terkumpul sehingga tegangan permukaan sangat menurun → mencegah pengecilan diameter alveolus. Jika alveolus mengembang, surfaktans tersebar tipis maka tegangan permukaan lebih besar → mencegah pembesaran alveolus
KESERAGAMAN UKURAN ALVEOLUS, untuk apa ?
4. Mencegah akumulasi cairan edema dalam alveovi. Penurunan tegangan permukaan mencegah penarikan air ke dalam alveolus → alveolus tetap kering

KEPENTINGAN STABILITAS UKURAN ALVEOLUS
Penyebaran aliran udara merata di seluruh alveolus
- jika alveolus kecil, tekanan intra alveolus meningkat → mendapat sedikit aliran udara
- jika alveolus besar, tekanan lebih rendah →mendapat aliran udara yang lebih banyak
Alveolus kecil makin kecil, tekanan tinggi, alveolus besar makin besar, tekanan rendah → difusi tidak efektif

DAYA PENGEMBANGAN PARU DAN THORAKS =“COMPLIANCE”
Peningkatan volume paru untuk setiap satuanpeningkatan tekanan alveolus atau untuk setiap penurunan tekanan dalam pleura.
Compliance gabungan paru-thoraks: 0.13 liter/cm air = vol. Paru mengembang 130 ml setiap tekanan alveolus ditingkatkan 1cm air
Compliance paru saja : 0.22L/cm air

Faktor penyebab abnormalitas compliance
1. Kerusakan jaringan paru yang menyebabkan terjadinya fibrotik dan edema jaringan paru
2. Kelainan yang mengurangi pengembangan rangka (kelumpuhan, fibrotik otot,
3. Kelainan bentuk rangka dada (kiposis, skoliosis)
4. Penyumbatan (obstruksi) saluran nafas

Kasus : hyaline membrane disease
Surfaktans tidak adekuat (produksi sedikit pada bayi prematur, kerusakan surfaktans pada penyakit tertentu, perokok) → paru sukar mengembang dan terisi cairan → gagal ventilasi
Disebut juga “respiratory distress syndrom

PERTUKARAN GAS
Komposisi udara pernafasan



DIFUSI GAS PERNAFASAN
Difusi perlu energi untuk pergerakan molekul
Kecuali pada suhu nol, molekul gas bergerak secara terus menerus dan saling bertumbukan
Molekul akan berdifusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah
Kecepatan difusi netto : perbedaan kecepatan pada kedua arah gerakan/aliran gas

TEKANAN GAS
Terbentuk oleh pukulan konstan gerakan kinetis molekul-molekul melawan suatu
permukaan
Tekanan total berbanding langsung dengan konsentrasi
Tekanan parsial : tekanan yang disebabkan oleh gas itu sendiri
Tekanan parsial gas dalam larutan seimbang dengan konsentrasinya,
HUKUM HENRY: konsentrasi gas terlarut = tekanan x koefisien kelarutan

Koefisien kelarutan gas pernafasan pada suhu tubuh
Oksigen 0,024
Karbon dioksida 0,57
Karbon monoksida 0,018
Nitrogen 0,012
Helium 0,008
KOEF. KELARUTAN CO2 20 KALI O2

Koef. Difusi relatif gas pernafasan
Oksigen 1,0
Karbon dioksida 20,3
Karbon monoksida 0,81
Nitrogen 0,53
Helium 0,95

Kecepatan Difusi gas ke dalam cairan (D)
ΔP x A x S
D ≈
d x √MW
ΔP : Perbedaan tekanan
S : Daya larut gas dalam cairan
A : Luas penampang lintang cairan
D : Jarak yang dilalui gas waktu difusi
√MW : Berat molekul gas, menentukan kecepatan gerak kinetik molekul, demikian juga suhu.

Faktor kecepatan difusi gas melalui membran
1. Tebal membran
2. Luas permukaan membran
3. Koefisien difusi gas dalam membran
4. Perbedaan tekanan diantara dua sisi membrane

Difusi gas melalui membran respirasi



Membran respirasi
Ketebalan membran bertambah pada edema paru, fibrosis paru → menghalangi pertukaran gas        
Luas permukaan berkurang a.l. pada emfisema karena kerusakan dan penggabungan beberapa alveolus → mengurangi kecepatan difusiKapasitas difusi
Adalah volume gas yang berdifusi melalui membran tiap menit pada setiap perbedaan tekanan 1 mmHg.
Kapasitas difusi oksigen pria dewasa : 21 ml per menit per mmHg
Normal, perbedaan tekanan oksigen alveol dan kapiler = 11 mmHg, maka difusi oksigen yang terjadi adalah 11 mmHg x 21 ml per menit per mmHg = 230 ml per menit

kapasitas difusi oksigen selama kerja
Meningkat karena :
1. pembukaan sejumlah kapiler paru yang semula tidak aktif
2. Dilatasi seluruh kapiler paru
3. Peningkatan ventilasi
4. Peningkatan tekanan oksigen alveoler dan penurunan tekanan oksigen arteri
5. Peningkatan suhu

Rasio ventilasi – perfusi VA/Q
Adalah perbandingan ventilasi alveolus (VA) dengan aliran darah (Q)
Jika VA Normal, Q normal, maka VA/Q normal



Berbagai penyakit paru menyebabkan area paru mungkin mengalami :
Jika VA nol, Q ada, maka VA/Q = 0
Jika VA ada, Q nol, maka VA/Q = tak terhingga
GANGGUAN RESPIRASI

Ruang Rugi Fisiologik
Adalah jumlah ventilasi yang tidak berguna
Rumus
VDphys: ruang rugi fisiologik
PaCO2 : Tekanan parsial Co2 arteri
PECO2 : Tekanan parsial CO2 dalam udara ekspirasi
VT : volume tidal

Abnormalitas Rasio ventilasi-perfusi
Pada orang normal posisi tegak
Bagian apex Paru (atas) : aliran darah lebih banyak berkurang dibanding ventilasi alveolus
 peningkatan sedang ruang rugi fisiologik
Bagian dasar paru (bawah):ventilasi sangat kecil dibandingkan aliran darah  sebagian
kecil darah tak teroksigenasi (shunt fisiologik)
Kerja akan meningkatkan efektivitas pertukaran gas

TRANSPORT GAS
Transport oksigen
A. O2 terlarut (3 %)
1. jumlahnya sebanding dengan PO2
2. koefisien kelarutan: 3 ml O2 / liter plasma / 100 mmHg PO2
3. tak signifikan terhadap PO2 normal
4. dapat menjadi signifikas pada hyperbaric (very high P-O2)
B. Terikat Hemoglobin (97 %)
Hb + 4O2 = Hb(O2)4
1 gm Hb normal dapat mengikat maksimum 1.34 ml O2 (saturasi 100%)
Kurva sisosiasi oksigen: sigmoid setiap O2 mengikat Hb akan memudahkan pengikatan berikutnya hingga mendekati saturasi, dan kemudian lebih sukar
Kurva ini berlaku untuk pelepasan ke O2 jaringan
PO2 vena = 40 mmHg Saturation = 75%
PO2 arteri = 100 mmHg Saturation = 97.5%


Pergeseran kurva disosiasi
Bergeser ke kanan : oksigen lebih mudah terikat di paru dan lebih mudah terlepas di jaringan (penurunan afinitas Hb-O2), karena
1. Peningkatan ion hidrogen (penurunan pH)
2. Peningkatan CO2
3. Peningkatan temperatur
4. Peningkatan 2,3 difosfogliserat (DPG)
Bergeser ke kiri
Terjadi peningkatan afinitas ikatan Hb-O2, karena
1. Peningkatan pH
2. Hemoglobin fetus
Selama kerja terjadi pergeserag kurva ke kanan cukup besar.

Transport CO2
1. Terlarut
- sesuai PCO2
- 20-25 kali dibanding O2 (koefisien kelarutan)
2. Berikatan dengan protein plasma
-carbamino-CO2
- terutama terikat Hb : CO2 + Hb = Hb-CO2
-Jika CO2 berikatan dengan Hb, akan cenderung menurunkan afinitas terhadap O2 (Efek Bohr)
- Jika O2 berikatan pada Hb, maka cenderung menurunkan afinitas Hb terhadap
CO2 (Efek Haldane)


3. Kombinasi dengan asam karbonat
- CO2 + H2O = H2CO3
- Enzim karbonik anhidrase diperlukan untuk reaksi tsb.
- Karbonik anhidrase terutama terdapat dalam eritrosit
4. Ion bikarbonat, disosiasi asam karbonat secara spontan: H2CO3 = H+ + HCO3 -
-keseimbangan pH normal sangat penting untuk pembentukan HCO3-

KURVA DISOSIASI CO2
Kurva disosiasi CO2 memperlihatkan ketergantungan CO2 darah total dalam semua
bentuk terhadap PCO2
Perbedaan Pco2 arteri dan vena sangat sempit
Hanya 4 vol persen CO2 dilepas ke alveol paru

KURVA DISOSIASI CO2


0 comments:

Post a Comment