GERD (Gastro Esofagal Refluk Disesase) ~ Kedokteran dan Kesehatan

Sunday, August 14, 2016

GERD (Gastro Esofagal Refluk Disesase)

GERD 
Ada orang 25th condong catur, tenggorokanya seperti tercekik sudah 2 minggu. Dada tengah panas seperti terbakar. Dia merasakan muntah (-), sendawa dan pahit. Saat berbaring memperparah keadaan dan saat minum air mengurangi keadaanya. Sekarang sedang diet. Riwayat dahulu sesak nafas (asma) sudah 2th yang lalu. Dan penyembuhanya dengan diasap dan disuntikan lewat infuse. Riwayat keluarga (-). Dari data vital sign, Tekanan darah 110/80, Nadinya 80x, pernafasanya 16x, dan suhunya 36,5˚C. Jantung dan paru dalam batas normal, nyeri tekan epigastric (-), dan regurgitas sign (+). Lalu dokter memberikan lansoprazole dosis 2x 30 mg – 14 hari. Akhirnya sudah tidak sendawa lagi, rasa asam & pahit sudah hilang, dan tidur sudah biasa.

LO
1.       Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan ?
2.       Mekanisme Lansoprazol ?
3.       Terapi farmako dan non farmako ?
4.       Diagnosis banding ?
5.       Penyebab refluk apa saja ?
6.       Komplikasinya apa saja ?
7.       Patofisiologi dari kasus tersebut ?
8.       Mekanisme beta bloker terhadap munculnya kasus tersebut ?
9.       Prognosisnya bagaimana ?

JAWAB
1.       Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan ?
Berdasarkan At Glance Ilmu Bedah edisi ke 3
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:
o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
o Trauma pada bagian bawah dari dada
o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Ø
o Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
o Pasien cedera abdominalis dan cidera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
o Patah tulang pelvis
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritonea Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
o Hamil
o Pernah operasi abdominal
o Operator tidak berpengalaman
EGD
Esophagogastroduodenoscopy atau EGD bermanfaat untuk mendeteksi borok-borok, gastritis (peradangan lambung), atau kanker lambung. Pilihan utama pemeriksaan penunjang, akurasi diagnosis tinggi, juga dapat sebagai terapi (varises: injeksi;ulkus:injeksi/kauterisasi)
PH monitoring Terserang digunakan untuk mendiagnosa efek GERD, untuk menentukan efektivitas obatyang diberikan untuk mencegah refluks asam, dan untuk menentukan apakahepisode refluks asamyang menyebabkan episode nyeri dada. Pemantauan pHesofagus juga dapat digunakan untuk menentukan apakah asam mencapai faring (tenggorokan yang lebih rendah) dan mungkin bertanggung jawab atas gejala seperti batuk, suara serak, dan sakit tenggorokan.
USG
Ultrasonografi untuk mengetahui adanya batu empedu apa tidak

DIGEST
Komposisi :
Tiap kapsul mengandung Lansoprazole granul salut enterik .................... 30 mg
Farmakologi :
DIGEST (Lansoprazole) adalah penghambat sekresi asam lambung yang efektif. Mekanisme kerjanya adalah dengan cara menghambat sistem enzim H+/K+ ATP ase (pompa proton) pada sel parietal mukosa lambung secara spesifik. Setelah pemberian per-oral, DIGEST cepat diabsorpsi dan kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1,5 jam. Ikatan proteinnya 97 %. Bioavailabilitasnya sekitar 80-90 %, sehingga penghambatan sekresi asam lambung yang efektif dapat dicapai dengan cepat. DIGEST terutama dimetabolisme di hati.
Indikasi :
- Ulkus duodenum.
- Benign ulkus gaster.
- Refluks esofagitis.
Kontra indikasi :
Pasien yang hipersensitif terhadap Lansoprazole.
Peringatan dan perhatian :
- Sebelum memulai pengobatan dengan DIGEST, kemungkinan adanya faktor keganasan di lambung harus disingkirkan dahulu.
- Penggunaan DIGEST pada wanita hamil harus dihindari.
- Pada wanita yang masih menyusui, bila DIGEST dianggap perlu untuk diberikan maka menyusui harus dihentikan.
Efek samping :
Efek samping umumnya jarang dijumpai. Yang pernah dilaporkan antara lain :
- Sakit kepala, diare, nyeri abdomen, dispepsia, mulut kering, sembelit, urtikaria, pruritus, mual, muntah, kembung, pusing dan lelah.
- Kadang-kadang : Artralgia, edema perifer dan depresi.
- Pernah dilaporkan (jarang): Perubahan angka hematologi, seperti trombositopenia,  eosinofilia, leukopenia.
- Dapat terjadi kenaikan nilai-nilai tes fungsi hati yang bersifat sementara dan akan normal kembali.
Interaksi obat :
Lansoprazole ada kemungkinan berinteraksi dengan obat-obat yang dimetabolisme di hati, sehingga hati-hati bila digunakan bersama dengan obat-obat kontrasepsi oral, fenitoin, teofilin dan warfarin. Tidak menimbulkan efek klinis yang bermakna dengan obat-obat anti inflamasi non-steroid dan diazepam. Antasid dan sukralfat akan mengurangi bioavailabilitas Lansoprazole dan jangan diberikan antara 1 jam setelah pemberian Lansoprazole.
Dosis dan Cara Pemberian:
Ulkus duodenum : 30 mg sekali sehari, selama 4 minggu.
Benign ulkus gaster : 30 mg sekali sehari, selama 8 minggu.
Refluks esofagitis : 30 mg sekali sehari, selama 4 minggu. Untuk mencapai efek penghambatan sekresi asam yang optimal dan penyembuhan serta hilangnya keluhan/gejala dengan cepat, DIGEST sebaiknya digunakan pagi hari sebelum makan.
Pada pasien lanjut usia, pasien dengan gangguan fungsi hati dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal, tidak diperlukan suatu penyesuaian dosis, dosis 30 mg sehari tetap dapat digunakan. Kapsul harus langsung ditelan, tidak boleh digerus atau dikunyah. Penggunaan Lansoprazole dalam jangka panjang tidak dianjurkan karena pengalaman klinis masih terbatas. Keamanan dan efektifitas penggunaan pada anak-anak belum diketahui dengan
pasti.
Kemasan :
Dos berisi 2 strip x 10 kapsul. Reg. No. : DKL9504413201A1
Simpan pada suhu kamar (maks. 30oC).
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
3.       Terapi farmako dan non farmako ?
TERAPI
Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien,  mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan  mencegah berkembangnya komplikasi.Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan / atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa. Secara spesifik, yaitu:
1.       Mengurangi keasaman dari refluksat.
2.       Menurunkan volume lambung yang tersedia untuk direfluks.
3.       Meningkatkan pengosongan lambung.
4.       Meningkatkan tekanan LES.
5.       Meningkatkan bersihan asam esofagus.
6.       Melindungi mukosa esophagus.
Terapi GERD dikategorikan dalam beberapa fase, yaitu:
Fase I: mengubah gaya hidup dan dianjurkan terapi dengan menggunakan antasida dan/atau OTC antagonis reseptor H2(H2RA) atau penghambat pompa proton (PPI).
Fase II: intervensi farmakologi terutama dengan obat penekan dosis tinggi.
Fase III: terpai intervensional (pembedahan antirefluks atau terapi endoluminal).
TERAPI NON FARMAKOLOGI
1.  Modifikasi Gaya Hidup
·         Mengangkat kepala saat tidur (meningkatkan bersihan esofageal). Gunakan penyangga 6-10 inchi di bawah kepala. Tidur pada kasur busa.
·         Menghindari makanan yang dapat menurunkan tekanan LES (lemak, coklat, kopi, kola, teh bawang putih, bawang merah, cabe, alkohol, karminativ (pepermint, dan spearmint))
·         Menghindari makanan yang secara langsung mengiritasi mukosa esofagus (makanan pedas, jus jeruk, jus tomat dan kopi)
·         Makan makanan yang tinggi protein (meningkatkan tekanan LES)
·         Makan sedikit dan menghindari tidur segera setelah makan (jika mungkin 3 jam) (menurunkan volume lambung)
·         Penurunan berat badan (mengurangi gejala)
·         Berhenti merokok (menurunkan relaksasi spontan sfingter esofagus).
·         Menghindari minum alkohol (meningkatkan amplitudo sfinter esofagus, gelombang peristaltik dan frekuensi kontraksi).
·         Menghindari pakai pakaian yang ketat.
·         Menghentikan, jika mungkin, penggunaan obat-obat yang dapat menurunkan tekanan LES (Antikolinergik, barbiturat, benzodiazepin (misalnya diazepam), kafein, penghambat kanal kalsium dihidropiridin, dopamin, estrogen, etanol, isoproterenol, narkotik (meperidin, morfin), nikotin (merokok) nitrat, fentolamin, progesteron dan teofilin).
·         Menghentikan, jika mungkin, penggunaan obat-obat yang dapat mengiritasi secara langsung mukosa esofagus (tetrasiklin, quinidin, KCl, garam besi, aspirin, AINS dan alendronat).
2.  Pendekatan Intervensi
Pembedahan Antirefluks
Intervensi bedah adalah alternatif pilihan bagi pasien GERD yang terdokumentasi dengan baik. Tujuan pembedahan antirefluks adalah untuk menegakkan kembali penghalang antirefluks, yaitu penempatan ulang LES, dan untuk menutup semua kerusakan hiatus terkait. Operasi ini harus dipertimbangkan pada pasien yang
·         gagal untuk merespon pengobatan farmakologi;
·         memilih untuk operasi  walaupun pengobatan sukses karena pertimbangan gaya hidup, termasuk usia, waktu, atau biaya obat-obatan;
·         memiliki komplikasi GERD (Barret’s Esophagus/BE, strictures, atau esofagitis kelas 3 atau 4); atau
·         mempunyai gejala tidak khas dan terdokumentasikan mengalami refluks pada monitoring pH 24-jam.
Terapi Endoluminal
Beberapa pendekatan endoluminal baru untuk pengelolaan GERD baru saja dikembangkan. Teknik-teknik ini meliputi endoscopic gastroplastic plication, aplikasi endoluminal radiofrequency heat energy(prosedur Stretta), dan injeksi endoskopik biopolimer yang dikenal sebagai Enteryx pada penghubung gastroesofageal.
TERAPI FARMAKOLOGI
1.  Antasida dan Produk Antasida-Asam Alginat
Digunakan untuk perawatan ringan GERD. Antasida efektif mengurangi gejala-gejala dalam waktu singkat, dan antasida sering digunakan bersamaan dengan terapi penekan asam lainnya. Pemeliharaan pH intragastrik di atas 4 dapat menurunkan aktivasi pepsinogen menjadi pepsin, sebuah enzim proteolitik. Netralisasi cairan lambung juga dapat mengarah pada peningkatan tekanan LES.
Produk antasid yang dikombinasikan dengan asam alginiat adalah agen penetral yang tidak ampuh dan tidak meningkatkan tekanan LES, namun membentuk larutan yang sangat kental yang mengapung di atas permukaan isi lambung. Larutan kental ini diperkirakan sebagai pelindung penghalang bagi kerongkongan terhadap refluks isi lambung dan  mengurangi frekuensi refluks.
2.  Penekanan Asam dengan Antagonis Reseptor H2 (simetidin, famotidin, nizatidin, dan ranitidin)
Terapi penekanan asam adalah pengobatan utama GERD. Antagonis reseptor H2 dalam dosis terbagi efektif dalam mengobati pasien GERD ringan hingga sedang.
Kemanjuran antagonis reseptor H2dalam perawatan GERD sangat bervariasi dan sering lebih rendah dari yang diinginkan. Respons terhadap antagonis reseptor H2 tampaknya tergantung pada (a) keparahan penyakit, (b) regimen dosis yang digunakan, dan (c) durasi terapi.
3.  Proton Pump Inhibitor (PPI) (esomeprazol, lansoprazol, omeprazol, pantoprazol, dan rabeprazol)
PPI lebih unggul daripada antagonis reseptor H2 dalam mengobati pasien GERD sedang sampai parah. Ini tidak hanya pada pasien erosif esofagtis atau gejala komplikasi (BE atau striktur), tetapi juga pasien dengan GERD nonerosif yang mempunyai gejala sedang sampai parah. Kekambuhan umumnya terjadi dan terapi pemeliharaan jangka panjang umumnya diindikasikan.
PPI memblok sekresi asam lambung dengan menghambat H+/K+-triphosphatase adenosin lambung dalam sel parietal lambung. Ini menghasilkan efek antisekretori yang mendalam dan tahan lama yang mampu mempertahankan pH lambung di atas 4, bahkan selama lonjakan asam setelah makan.
PPI terdegradasi dalam lingkungan asam sehingga diformulasi dalam tablet atau kapsul pelepasan tertunda. Pasien harus diinstruksikan untuk meminum obat pada pagi hari, 15 sampai 30 menit sebelum sarapan untuk memaksimalkan efektivitas, karena obat ini hanya menghambat secara aktif sekresi pompa proton. Jika dosisnya dua kali sehari, dosis kedua harus diberikan sekitar 10 hingga 12 jam setelah dosis pagi hari dan sebelum makan atau makan makanan ringan.
4.  Agen Promotilitas
Khasiat dari agen prokinetik cisaprid, metoklopramid, dan bethanechol telah dievaluasi dalam pengobatan GERD. Cisapride memiliki khasiat yang sebanding dengan antagonis reseptor H2dalam mengobati pasien esofagitis ringan, tetapi cisaprid tidak lagi tersedia untuk penggunaan rutin karena efek aritmia yang mengancam jiwa bila dikombinasikan dengan obat-obatan tertentu dan penyakit lainnya.
Metoklopramid, antagonis dopamin, meningkatkan tekanan LES, dan mempercepat pengosongan lambung pada pasien GERD. Tidak seperti cisapride, metoklopramid tidak memperbaiki bersihan esofagus. Metoklopramid dapat meredakan gejala GERD tetapi belum ada data substantial yang menyatakan bahwa obat ini dapat memperbaiki kerusakan esofagus.
Agen prokinetik juga telah digunakan untuk terapi kombinasi dengan antagonis H2-reseptor. Kombinasi dilakukan pada pasien GERD yang telah diketahui atau diduga adanya gangguan motilitas, atau pada pasien yang gagal pada pengobatan dengan penghambat pompa proton dosis tinggi.
5.  Protektan Mukosa
Sucralfat, garam aluminium dari sukrosa oktasulfat yang tidak terserap, mempunyai manfaat terbatas pada terapi GERD. Obat ini mempunyai laju pengobatan yang sama seperti antagonis reseptor H2pada pasien esofagitis ringan tapi kurang efektif dari pada antagonis reseptor H2 dosis tinggi pada pasien dengan esofagitis refrakter. Berdasarkan data yang ada, sukralfat tidak direkomendasikan untuk terapi.


4.       Diagnosis banding ?
Berdasarkan At Glance Ilmu Bedah edisi ke 3
Dilihat di no.2

Lambung memproduksi asam dan enzim untuk membantu pencernaan makanan.
Orang yang mengalami Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau ‘acid reflux’ mengalami rasa terbakar di dada serta mual akibat isi lambung yang kembali naik ke kerongkongan.
Penyakit ini bisa menyebabkan kerusakan pada lapisan kerongkongan sehingga memicu ulkus, perdarahan, hingga kanker.
Pada kasus yang parah, penyakit ini menyebabkan infeksi batuk kronis, asma, sinus, serta infeksi tenggorokan dan paru-paru.
Penyebab GERD bervariasi dari satu orang ke orang lain. Berikut adalah beberapa faktor yang menjadi pemicu GERD.
1. Kelainan kerongkongan
Pada ujung bawah kerongkongan terdapat katup yang disebut sebagai esophageal sphincter.
Katup ini akan membuka saat makanan hendak memasuki lambung namun kemudian menutup untuk mencegah makanan naik lagi ke kerongkongan.
Kelainan pada esophageal sphincter menyebabkan makanan yang telah berada di lambung mengalir kembali ke kerongkongan sehingga menyebabkan apa yang disebut GERD.
2. Hernia hiatal
Dada dipisahkan dari perut dengan sebuah sekat otot yang disebut diafragma.
Esophageal sphincter terletak pada level yang sama seperti diafragma.
Namun dalam beberapa kasus, perut bagian atas, yang melekat pada ujung bawah kerongkongan, bergerak ke atas diafragma.
Dalam kasus normal, diafragma dan esophageal sphincter sama-sama mencegah aliran makanan kembali ke kerongkongan.
Tapi pada orang dengan hernia hiatus, daya penahan ini berkurang karena keduanya berada dalam level yang berbeda.
Akibatnya, makanan yang sudah masuk lambung bisa mengalir kembali ke kerongkongan.
3. Kehamilan
Sebagian wanita umum mengalami GERD selama kehamilan.
Tekanan tambahan pada perut seiring dengan pertumbuhan janin menyebabkan arus balik isi lambung ke kerongkongan.
Penyebab lain, peningkatan kadar hormon selama kehamilan akan melemahkan fungsi esophageal sphincter.
Dalam hampir semua kasus, keluhan ini akan hilang dengan sendirinya setelah melahirkan.
4. Merokok dan gastroparesis
Merokok berpotensi berkontribusi pada risiko GERD.
Merokok akan memicu kerusakan pada selaput lendir, meningkatkan sekresi asam, melemahkan esophageal sphincter bagian bawah, serta mengurangi produksi air liur yang memiliki efek menetralkan asam.
Gastroparesis adalah kondisi di mana makanan tetap dalam lambung lebih lama dari waktu normal.
Gastroparesis memperpanjang waktu makanan berada dilambung dan dengan demikian memperburuk gejala GERD.
5. Makanan
Beberapa makanan dan kebiasaan makan dapat memicu gejala GERD.
Berbaring setelah makan makanan berat dapat menyebabkan jantung terasa terbakar.
Konsumsi berlebihan cokelat, bawang putih dan bawang merah, kopi atau teh, alkohol, tomat, mint, minuman bersoda dan makanan pedas berpotensi memicu munculnya gejala GERD.
Obesitas juga berkontribusi karena menyebabkan tekanan tambahan pada perut.
Makan berlebihan, stres, dan diet tinggi garam dan lemak juga mengakibatkan munculnya gejala penyakit ini.
GERD dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup. Hindari merokok, makanan berlemak, makan berlebih, dan konsumsi alkohol.[]

6.       Komplikasinya apa saja ?
Jangan menyepelehkan penyakit GERD, komplikasi yang ditimbulkan oleh GERD dapat bermacam-macam. Naiknya asam lambung ke area kerongkongan dapat menyebabkan luka pada kerongkongan, ini merupakan proses awal komplikasi yang ditimbulkan dari GERD. Lebih jauh setelah menyebabkan luka, GERD menyebabkan luka yang terjadi semakin besar sehingga terjadi penyempitan pada rongga kerongkongan bagian bawah. Lebih ditakuti yaitu GERD dapat menyebabkan perubahan struktur dari dinding dalam kerongkongan yang menyebabkan terjadinya penyakit Barrett’s yang merupakan lesi pra-kanker.
Komplikasi lainnya yang ditimbulkan oleh GERD antara lain gangguan saluran napas bagian bawah, infeksi saluran paru-paru, sinus, gangguan tenggorokan, serta erosi dental pada gigi.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah striktur atau perdarahan. Sebagai dampak adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esofagus, dapat terjadi perubahan mukosa esofagus dari skuamosa menjadi epitel kolumnar yang metaplastik. Keadaan ini disebut sebagai
  • Esofagitis Esofagitis (kerusakan mukosa esofagus) adalah komplikasi yang paling umum dari GERD, terjadi pada sekitar 50% pasien. Peptikum esofagitis. Sebuah tes urease cepat (RUT) dilakukan pada sampel biopsi kerongkongan. Hasilnya adalah positif untuk esofagitis. Esofagitis refluks ditunjukkan pada esophagram barium. Esofagitis dapat didiagnosis dengan menggunakan endoskopi, meskipun tidak selalu dapat dihargai pada endoskopi. Sebanyak 50% pasien dengan gejala GERD menunjukkan tidak ada bukti esofagitis pada endoskopi. Namun, dokumentasi dari komplikasi ini adalah penting dalam mendiagnosa GERD.  Derajat esofagitis dijelaskan oleh klasifikasi Savary-Miller sebagai berikut.
  1. Grade I – Eritema
  2. Grade II – erosi nonconfluent Linear
  3. Tingkat III – erosi konfluen Edaran
  4. Grade IV – Striktur atau kerongkongan Barrett.
    Penyempitan  Striktur adalah bentuk lanjutan dari esophagitis dan disebabkan oleh fibrosis keliling karena cedera dalam kronis. Striktur dapat menyebabkan disfagia dan kerongkongan pendek. Striktur Refluks gastroesophageal  biasanya terjadi di kerongkongan pertengahan-ke-distal dan dapat digambarkan pada bagian atas saluran pencernaan studi dan endoskopi. Adanya striktur dengan riwayat refluks juga dapat membantu mendiagnosa GERD. Pasien datang dengan disfagia makanan padat untuk makanan dan muntah nondigested. Keberadaan setiap striktur esofagus merupakan indikasi bahwa pasien perlu konsultasi bedah dan pengobatan (fundoplication biasanya bedah). Ketika pasien datang dengan disfagia, esophagography barium diindikasikan untuk mengevaluasi pembentukan striktur mungkin. Dalam kasus ini, terutama bila dikaitkan dengan impaksi makanan, eosinofilik esophagitis harus dikesampingkan sebelum mencoba setiap dilatasi mekanis dari daerah esofagus menyempit.
  • Barrett esophagus
    Komplikasi yang paling serius dari GERD lama atau berat adalah pengembangan kerongkongan Barrett. Esofagus Barrett hadir dalam 8-15% pasien dengan GERD. Barrett esophagus yang diduga disebabkan oleh refluks kronis jus lambung ke kerongkongan. Hal ini didefinisikan oleh konversi metaplastic epitel skuamosa yang normal distal esofagus untuk epitel kolumnar (lihat gambar di bawah). Pemeriksaan histologi dari spesimen biopsi esofagus diperlukan untuk membuat diagnosis. Berbagai tingkat displasia dapat ditemukan pada pemeriksaan histologis. Esophagogastroduodenoscopy menunjukkan esofagus Barrett. Barrett esophagus dengan jenis metaplasia usus memiliki potensi ganas dan merupakan faktor risiko untuk pengembangan adenokarsinoma esofagus (lihat gambar bawah), meningkatkan risiko adenokarsinoma 30-40 kali. Insiden adenokarsinoma esofagus meningkat terus dalam masyarakat Barat. Saat ini, adenokarsinoma menyumbang lebih dari 50% kanker esofagus pada negara-negara industri Barat. Gastroesophageal reflux disease (GERD) / Barrett esophagus / adenokarsinoma urutan. Endoskopi menunjukkan kanker kerongkongan intraluminal. Seperti striktur esofagus, adanya esofagus Barrett menunjukkan perlunya konsultasi bedah dan pengobatan (fundoplication biasanya bedah). Barret’s Esofagus merupakan suatu keadaan premaligna. Barret Esofagus dapat di obati secara medika mentosa. Terapi bedah merupakan terapi alternatif yang penting jika terapimedikamentosa gagal, atau pada pasien GERD dengan striktur berulang. Umumnya pembedahan yang dilakukan adalah fundoaplikasi.
  • Terapi Endoskopik. Akhir-akhir ini mulai dikembangkan pilihan terapiendoskopi pada pasien GERD, yaitu :- penggunaan energi radiofrekuensi- plikasi gastrik endoluminal- implantasi endoskopik, yaitu dengan menyuntikkan zat implan, dibawahmukosa esofagus bagian distal, sehingga lumen esofagus bagian distalmenjadi lebih kecil.
7.       Patofisiologi dari kasus tersebut ?
PATOFISIOLOGI
Faktor kunci pada perkembangan GERD adalah aliran balik asam atau substansi berbahaya lainnya dari perut ke esofagus. Pada beberapa kasus, refluks gastroesofageal dikaitkan dengan cacat tekanan atau fungsi dari sfinkter esofageal bawah (lower esophageal sphincter/LES). Sfinkter secara normal berada pada kondisi tonik (berkontraksi) untuk mencegah refluks materi lambung dari perut, dan berelaksasi saat menelan untuk membuka jalan makanan ke dalam perut. Penurunan tekanan LES dapat disebabkan oleh (a) relaksasi sementara LES secara spontan, (b) peningkatan sementara tekanan intraabdominal, atau (c) LES atonik.
Masalah dengan mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya, seperti faktor anatomik, klirens esofageal (waktu kontak asam dengan mukosa esofageal yang terlalu lama), resistensi mukosa, pengosongan lambung, epidermal growth factor, dan pendaparan saliva, juga dapat berkontribusi pada perkembangan GERD.
Faktor agresif yang dapat mendukung kerusakan esofageal saat refluks ke esofagus termasuk asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim pankreas. Dengan demikian komposisi, pH dan volume refluksat serta durasi pemaparan adalah faktor yang paling penting pada penentuan konsekuensi refluks gastroesofageal.

8.       Mekanisme beta bloker terhadap munculnya kasus tersebut ?
PEMBAGIAN OBAT- OBATAN DAN MEKANISME KERJA OBAT
Golongan Obat
Mekanisme
Bronkhodilator : (salbutamol, terbutalin, salmeterol)
Bekerja selektif terhadap reseptor β2 adrenergik. Stimulasi β2 di trakea dan bronkhi menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase yang memperkuat perubahan ATP menjadi cAMP sehingga akan menghasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase yaitu bronkhodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast.
Antikolinergik (ipratropium, deptropin)
Memblok efek pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas.
Metil Xantin (aminofilin, teofilin)
Blokade reseptor adenosin, bronkhodilatasi berhubungan dengan hambatan fosfodiesterase terjadi pada konsentrasi tinggi.
Mukolitik dan Ekspektoran (ambroksol, kalium iodida, amonium klorida)
Untuk mengurangi kekentalan dahak, mukolitik untuk merombak mukoprotein dan ekspektoran untuk mengencerkan dahak sehingga mempermudah pengeluaran dahak.
Kortikosteroid (beklometason, deksametason)
Meniadakan efek mediator seperti peradangan. Daya antiradang ini berdasarkan blokade enzim fosfolipase A2 sehingga membentuk mediator peradangan prostaglandin dan leukotrien dari asam arakhidonat tidak terjadi. Kortikosteroid menghambat mekanisme kegiatan alergen yang melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi sel mast juga akan meningkatkan reseptor β2 sehingga efek βmimetik diperkuat.
Antihistamin (ketotipen, tiazinamium)
Obat ini memblokir reseptor histamin sehingga akan mencegah efek bronkhioli.

Seringkali pasien bertanya kepada kita , mengapa sebelum asmanya kambuh , perut terasa perih dan mual ? atau ada juga yang bertanya kenapa setelah serangan asma kok perut terasa perih, panas dan mual ?. Dulu saya berpikir kalau itu disebabkan “hanya” karena terapi asma yang menggunakan kortikosteroid dimana obat ini memang bisa menimbulkan efek samping gastritis atau ulkus peptikum. Tetapi setelah saya browsing di internet ternyata ada tulisan menarik yang dikupas tuntas oleh A.Dina Abidin H.Mahdi(Sub Bagian Alergi-Imunologi-Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr.Ciptomangunkusumo Jakarta) yang ditulis pada CDK 166/vol.35 no 7/November-Desember 2008 dengan judul AsmaBronkial – Hubungannya dengan GERD.
Pada pendahuluan beliau menyatakan bahwa GERDdidapatkan pada 60% penderita asmabronkial. Persentase 60% merupakan suatu angka yang besar untuk dicermati lebih lanjut tentunya dan tentu saja harus diterapi dengan tepat.
Berikut sedikit ringkasan dari tulisan beliau :
Dalam keadaan normal GERDini tidak terjadi karena adanya mekanisme anti refluk pada Lower Esofageal Spincter (LES). Refluk ini terjadi bila tidak ada (hilangnya) perbedaan tekanan antara LES dengan laring. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai hubungan GERD dengan Asmaantara lain adalah : Stimulasi pada reflek esofagopulmnaris/esofagolaringeal, reflek dari esofagus bagian distal menstimuli reflek vagal yang menyebabkan bronkokonstriksi ( reflux theory). Mekanisme lain adalah refluk esfagobrokhial ; asam dari esofagus dapat menstimuli reseptor asam yang sensitif disaluran nafas bagian atas, menimbulkan bronkospasme
.


Pada pembahasan dinyatakan bahwa gastroesofageal reflux didapatkan pada 45-89% penderita asma, hal ini mungkin disebabkan oleh refluks esofageal, refluksesfagopulmoner dan bat relaksan otot polos yaitu golongan betha adrenergik, aminofilin, inhibitr fosfodiesterase menyebabkan inkompetensi LES esfagus. Gambaran klinis dari GERD ini adanya rasa asam di mulut , nyeri ulu hati, dan disfagi. Jika zat refluk mengenai faring dan mulut menyebabkan laringitis, suara parau dan pneumonia aspirasi, fibrosis paru dan asma kronis.
Para peneliti masih berbeda pendapat mengenai pengobatan GERDdapat mengurangi dosis pengobatan asma dan meningkatkan faal paru. Tujuan pengobatan adalah mengobati asma dan GERDsekaligus mengurangi refluks esfageal dan memproteksi mukosa esofagus. Saran beliau adalah Asma dan GERD harus diobati secara bersama-sama untuk mengindari komplikasi yang lebih berat.
Pengobatan
GERD Ringan
mengubah gaya hidup
obat anti sekretan
GERD Sedang
Simetidin 300 mg bid 6-12 mgg
Famotidin 150 mg bid 6-12 mgg
GERD Berat
Omeperazole 40 mg/hr 8m gg
Lanzoprazole 30 mg/hr 8 mgg
9.       Prognosisnya bagaimana ?
Prognosis dari GERD pada umumnya dubia tergantung dari kondisi pasien,berat ringannya penyakit yang dialami dan ada tidaknya komplikasi. Kebanyakan pasien dengan GERD mempunyai respon baik dengan obat-obatan, meskipun kambuh setelah penghentian terapi medis adalah umum dan menunjukkan kebutuhan untuk terapi jangka panjang pemeliharaan. Mengidentifikasi subkelompok pasien yang dapat mengembangkan komplikasi yang paling serius dari GERD dan memperlakukan mereka agresif adalah penting. Bedah pada tahap awal kemungkinan besar diindikasikan pada pasien ini. Setelah fundoplication Nissen laparoskopi, gejala menyelesaikan pada sekitar 92% pasien.
Sebagian besar kasus gastroesophageal reflux pada bayi dan anak yang masih kecil ringan dan respon baik dengan  pengobatan nonpharmacologic konservatif. Sekitar 80%  pada usia 18 bulan berkurang  (55% berkurang pada usia 10 bulan). Beberapa pasien memerlukan sebuah “follow up” untuk mengurangi asam-obat, dan hanya minoritas yang sangat kecil memerlukan operasi. Karena gejala gastroesophageal reflux setelah usia 18 bulan mungkin merupakan kondisi kronis, risiko jangka panjang ditingkatkan. Untuk pasien yang gastroesophageal reflux berlanjut hingga masa kemudian, terapi jangka panjang dengan agen antisecretory sering diperlukan.
Dalam kasus refrakter atau ketika komplikasi yang berhubungan dengan penyakit refluks diidentifikasi misalnya, striktur, aspirasi, saluran napas penyakit, Barrett esophagus, perawatan bedah (fundoplication) biasanya diperlukan. Prognosis dengan operasi dianggap sangat baik. Morbiditas dan mortalitas bedah lebih tinggi pada pasien yang memiliki masalah medis yang kompleks selain refluks gastroesophageal.



0 comments:

Post a Comment