September 2018 ~ Kedokteran dan Kesehatan

Thursday, September 27, 2018

Upaya pemerintah dalam menurunkan AKI



Sebagai upaya penurunan AKI, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sejak tahun 1990 telah meluncurkan safe motherhood initiative, sebuah program yang memastikan semua wanita mendapatkan perawatan yang dibutuhkan sehingga selamat dan sehat selama kehamilan dan persalinannya. Upaya tersebut dilanjutkan dengan program Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996 oleh Presiden Republik Indonesia. Program ini melibatkan sektor lain di luar kesehatan. Salah satu program utama yang ditujukan untuk mengatasi masalah kematian ibu yaitu penempatan bidan di tingkat desa secara besar-besaran yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir ke masyarakat. Upaya lain yang juga telah dilakukan yaitu strategi Making Pregnancy Safer yang dicanangkan pada tahun 2000 (Kemenkes 2015).
Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provinsi tersebut disebabkan 52,6% dari jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut, sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di enam provinsi tersebut diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu di Indonesia secara signifikan.
Program EMAS berupaya menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal dengan cara :
1) meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit PONEK dan 300 Puskesmas/Balkesmas PONED.
2) memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah Sakit (Kemenkes 2015).
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan pelayanan keluarga berencana.
Gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan terdiri dari :
(1) Pelayanan kesehatan ibu hamil
(2) Pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid wanita usia subur dan ibu hamil
(3) pelayanan kesehatan ibu bersalin
(4) pelayanan kesehatan ibu Nifas
(5) pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan, dan
            (6) pelayanan kontrasepsi (Kemenkes 2015).

Friday, September 21, 2018

Angka Kematian Ibu di Indonesia



Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu dari 390 menjadi 228. Namun demikian, SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 (Kemenkes, 2015). Gambaran AKI di Indonesia dari tahun 1991 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada gambar berikut
Angka kematian ibu di Indonesia tahun 1991-2015

Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2015

Angka Kematian Ibu di DI Yogyakarta

Jumlah Kematian Ibu, Bayi dan Balita di DIY
 
Sumber: Profil kesehatan DIY 2015
Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah kematian ibu di DIY tahun 2014 (40 ibu) mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2013 (46 ibu). Pada tahun 2015 penurunan jumlah kematian ibu sangat siknifikan yaitu sebesar 29 kasus. Penurunan jumlah kematian juga terjadi pada kematian neonatus, bayi dan balita. Penyebab kematian ibu yang  ditemukan di DIY antara lain yaitu karena Perdarahan (31%), Eklamsia (10%), PEB (17%), Sepsis (7%), Lain-lain (35%)


Angka Kematian Ibu di Kabupaten Bantul

Angka kematian ibu pada tahun 2015 lebih baik dibandingkan pada tahun 2014. Hal tersebut ditandai dengan turunnya angka kematian Ibu, jika pada Tahun 2014 sebesar 104,7/100.000 Kelahiran Hidup yaitu sejumlah 14 kasus, sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 11 kasus sebesar 87,5/100.000. Target AKI tahun 2015 adalah 70/100.000 Kelahiran Hidup (Dinkes Bantul,2016).

Angka Kematian Ibu Per 100.000 Kelahiran Hidup Di Kabupaten Bantul Tahun 2011 - 2015

 
Sumber: Dinas Kesehatan Bantul 2016

Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menyimpulkan bahwa penyebab kematian ibu pada Tahun 2015 adalah Pre Eklampsia Berat (PEB) sebanyak 36% (4 kasus), Perdarahan sebesar 36% (4 kasus), TB Paru 18% (2 kasus), dan Emboli air Ketuban 9% (1 kasus) (Dinkes Bantul, 2016).
Penyebab Kematian Ibu Tahun 2015

Sumber: Dinas Kesehatan Bantul 2016

 Penyebaran kasus kematian ibu di Kabupaten Bantul terjadi pada beberapa wilayah kecamatan, dengan jumlah kasus terbanyak dilaporkan terjadi di Puskesmas Imogiri 1 dan Puskesmas Imogiri 2 (Dinkes Bantul, 2016).
Penyebaran kasus kematian ibu di Kabupaten Bantul 2015

Angka Kematian Ibu Secara Global




Angka kematian ibu sangat tinggi didunia, diperkirakan 830 wanita meninggal karena komplikasi kehamilan atau persalinan di seluruh dunia setiap hari. Pada tahun 2015, sekitar 303.000 wanita meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Hampir semua kematian yang terjadi sebagian besar bisa dicegah dengan upaya preventif.
Sejumlah negara di sub-Sahara Afrika mengurangi separuh tingkat kematian ibu mereka sejak tahun 1990. Di wilayah lain, termasuk Asia dan Afrika Utara, kemajuan yang lebih besar sedang dibuat. Jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup menurun hanya 2,3% per tahun antara 1990 dan 2015. Namun  penurunan mortalitas ibu hamil meningkat dari tahun 2000 dan seterusnya. Di beberapa negara, penurunan angka kematian ibu hamil antara 2000-2010 di atas 5,5% (WHO, 2015)

Gambaran angka kematian ibu didunia tahun 2015
Sumber: WHO 2015



Tingginya angka kematian ibu di beberapa wilayah di dunia mencerminkan ketidakadilan dalam akses terhadap layanan kesehatan, dan disini dapat terlihat adanya kesenjangan antara negara kaya dan miskin. Hampir semua kematian ibu (99%) terjadi di negara berkembang. Lebih dari setengah kematian ini terjadi di sub-Sahara Afrika dan hampir sepertiga terjadi di Asia Selatan.
Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang pada tahun 2015 adalah 239 per 100.000 kelahiran hidup versus 12 per 100.000 kelahiran hidup di negara maju. Ada perbedaan yang cukup besar antar negara, tetapi juga di dalam suatu negara itu sendiri, dan antara perempuan dengan pendapatan tinggi dan rendah serta wanita yang tinggal di daerah pedesaan dan perkotaan. Risiko kematian ibu tertinggi terjadi pada remaja perempuan di bawah 15 tahun dan komplikasi pada kehamilan dan persalinan adalah penyebab utama kematian di kalangan remaja perempuan di negara berkembang (WHO,2015).
Penyebab kematian ibu di dunia tahun 2015
Sumber: UNICEF 2015


Perdarahan tetap menjadi penyebab utama kematian ibu hamil, kurang lebih dari seperempat  (27%) kematian. Proporsi kematian maternal yang serupa disebabkan secara tidak langsung oleh kondisi medis yang sudah ada yang diperparah oleh kehamilan. Penyakit hipertensi pada kehamilan, terutama eklampsia, serta sepsis, emboli dan komplikasi aborsi yang tidak aman juga menyebabkan sejumlah besar penyebab kematian.
Komplikasi yang menyebabkan kematian ibu dapat terjadi tanpa adanya suatu tanda-tanda dan bisa terjadi sewaktu-waktu selama kehamilan dan persalinan. Sebagian besar kematian maternal dapat dicegah jika selama kehamilan sampai kelahiran diawasi oleh petugas kesehatan seperti dokter, perawat atau bidan yang diawasi secara teratur, memiliki peralatan dan perlengkapan yang tepat, dan dapat merujuk ibu hamil pada waktu yang tepat untuk mendapatkan perawatan obstetri darurat saat terjadinya komplikasi. Komplikasi ini memerlukan akses cepat ke layanan kebidanan berkualitas yang dilengkapi dengan pengobatan yang memadai, termasuk antibiotik, dan kemampuan untuk menyediakan transfusi darah yang diperlukan untuk melakukan operasi caesar atau intervensi bedah lainnya (UNICEF, 2015).

Wednesday, September 19, 2018

Uterine Artery Embolization versus Myomectomy: Impact on Quality of Life—Results of the FUME (Fibroids of the Uterus: Myomectomy versus Embolization) Trial


Pada jurnal ini membandingkan quality of life (QoL) outcome setelah Uterine Artery Emobolization (UAE) dibandingkan dengan miomektomi sebagai terapi pada penderita mioma uteri. Kesimpulan yang didapatkan dari jurnal ini adalah hasil kedunya antara UAE dan miomektomi memberikan hasil yang signifikan dan hampir sama dalam peningkatan QoL, namun pada UAE lebih singkat dalam durasi mondok di rumah sakit dan lebih sedikit komplikasi mayornya tetapi dengan tingkat reintervensi yang tinggi. Peningkatan yang signifikan pada QoL terutama pada symptom severity antara sebelum dilakukan treatment dan setelah treatment pada kedua kelompok. Pengukuran QoL posttreatment dilakukan setelah 12 bulan sejak dilakukannya pengukuran QoL pretreatment. Berdasarkan lamanya mondok dirumah sakit, UAE menunjukkan hasil yang signifikan lebih pendek yaitu dua hari pada UAE dibandingkan enam hari pada miomektomi setelah operasi (p < 0.0001). Berdasarkan komplikasi minor tidak didapatkan hasil yang signifikan dari kedua kelompok, yaitu sembilan wanita pada UAE dan delapan wanita pada miomektomi (p = 0.4). Berdasarkan komplikasi mayornya juga tidak didapatkan hasil yang signifikan dari kedua kelompok, yaitu enam wanita pada miomektomi dan dua wanita pada UAE (p = 0.28). Sedangkan berdasarkan kegagalan terapi atau reintervention ratenya keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, yaitu sembilan wanita pada UAE dan dua wanita pada miomektomi (p = 0.067).

Hasil tersebut didapatkan dengan Intention-To-Treat Analysis yaitu semua subjek yang menerima maupun tidak menerima intervensi, menyelesaikan maupun tidak menyelesaikan intervensi, dianalisis sesuai dengan hasil randomisasi. Hal tersebut berarti bila pasien telah diacak ke grup UAE tetapi berikutnya memilih terapi miomektomi, data dari pasien akan dianalisa pada grup yang mereka miliki ketika diacak sesuai dengan terapi yang didapatkan. Pada data yang tidak berpasangan, two tailed t tes diguakan untuk membandingkan skor QoL diantara kelompok pada baseline (awal) dan satu tahun setelah terapi. Bonferroni’s correction digunakan untuk mengontrol kesalahan tipe 1. Bonferroni’s correction p value dikatakan signifikan bila p = 0.00625. Fisher’s exact tes digunakan untuk membandingkan jumlah pasien yang mengalami komplikasi dan lain lainnya.

Sebanyak 163 wanita terdaftar dalam studi ini, sebanyak 82 wanita diacak ke dalam UAE dan 81 ke dalam kelompok miomektomi. Delapan pasien dari setiap kelompok pada studi ini keluar karena factor sosial atau geografi. Pada kelompok UAE tujuh pasien berubah pikiran dan memilih terapi operasi (satu histerektomi dan dua miomektomi). Pada kelompok miomektomi empat pasien berubah pikiran dan memilih histerktomi. Selain itu pada kelompok ini juga terdapat tambahan dua pasien yang berubah menjadi histerektomi ketika dilakukan operasi miomektomi. Pada studi ini juga terdapat kendala dalam follow up pasien, sehingga pada kelompok UAE kehilangan 11 pasien dan pada kelompok miomektomi kehilangan 14 pasien, sehingga data akhir yang dimasukkan ke dalam analisis sebanyak 63 pasien pada UAE dan 59 pada miomektomi. Kritria inklusi yang dimasukkan kedalam studi ini yaitu wanita yang akan memasuki fase menopause (usia rata-rata 44 tahun, dengan range 31-50 tahun) yang memenuhi syarat dan mempunyai gejala-gejala mioma yang telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan USG dengan diameter ≥4cm, dan wanita tersebut sedang mencari terapi. Kriteria ekslusi apabila mioma bertangkai sangat panjang, massa yang terlalu besar yang membentang melebihi umbilicus, mempunyai riwayat alergi terhadap bahan kontras, riwayat radang panggul atau pelvic inflammatory disease, tidak siap untuk tindakan operasi, dan kehamilan.

Keunggulan penelitian ini adalah digunakkanya metode acak dengan sealed opaque envelope technique dimana merupakan salah satu metode concealment yang termasuk metode penyembunyian untuk meningkatkan kualitas suatu hasil penelitian eksperimen atau uji klinis. Pada studi ini metode ini dibantu dengan bantuan komputer supaya hasil yang didapatkan lebih berkualitas.

Metode yang digunakan dalam studi ini yaitu UAE dibandingkan dengan Miomektomi sebagai metode terapi konvensional yang telah lama digunakan. Tindakan UAE ini adalah prosedur noninvasif yang cukup sederhana dimana partikel-partikel kecil disuntikan kedalam arteri uterina yang memberi makan fibroid atau mioma, dan memutuskan pasokan darah, sehingga menyebabkan ukuran mioma dapat mengecil. Prosedur tersebut dilakukan melalui artery femoralis yang diikuti dengan anestesi local. Kateter yang dipilih dalam studi ini yaitu jenis kateter 4-Fr (no 18) dan untuk embolisasi rata-rata menggunakan 3.5 vial nonspherical PVA 355-500 ยตm untuk masing-masing arteri uterine. Mula-mula radiologist membuat sayatan kecil pada kulit pasien, kemudian kateter kecil dimasukkan kedalam arteri femoralis. Radiologist memasukkan kateter ke arteri uterine yang mensuplai darah ke uterus. Plastik kecil atau partikel gelatin di injeksikan melalui kateter ke dalam pembuluh darah yang mensuplai darah ke mioma. Partikel ini akan memblokade suplai darah pada arteri kecil yang membawa darah ke mioma. Tanpa adanya suplai darah ini, mioma akan mengecil dan mati.  Tiga dosis masing-masing Augmentin 1,2 g IV / 8 jam dan metronidazol 1 g / 12 jam diberikan sebagai antibiotic profilaksis. Untuk analgesik, kombinasi antara diklofenak rektal (100 mg di pagi hari dan 50 mg pada malam hari) dan Patient Controlled Analgesia (PCA) diberikan biasanya untuk 24 jam pertama tapi kadang-kadang sampai 48 jam. Hidrasi intravena diberikan selama 24 jam pertama, dan antiemetik diberikan sesuai kebutuhan pasien. Semua pasien memakai stoking thromboprophylactic

Hasil utama yang dihitung disini adalah quality of life setelah 12 bulan. Antara UAE dan miomektomi tidak didapatkan perbedaan yang signifikan dalam hal QoL pada skor pretreatment (baseline), akantetapi didapatkan peningkatan yang signifikan terutama pada symptom severity setelah treatment pada kedua kelompok. Pengukuran QoL posttreatment dilakukan setelah 12 bulan sejak dilakukannya pengukuran QoL pretreatment.



Berdasarkan lamanya mondok dirumah sakit, UAE menunjukkan hasil yang signifikan lebih pendek yaitu dua hari pada UAE dibandingkan enam hari pada miomektomi setelah operasi (p < 0.0001).

Berdasarkan komplikasi minor tidak didapatkan hasil yang signifikan dari kedua kelompok, yaitu sembilan wanita pada UAE dan delapan wanita pada miomektomi (p = 0.4).




Berdasarkan komplikasi mayornya juga tidak didapatkan hasil yang signifikan dari kedua kelompok, yaitu enam wanita pada miomektomi dan dua wanita pada UAE (p = 0.28).



Sedangkan berdasarkan kegagalan terapi atau reintervention ratenya keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, yaitu sembilan wanita pada UAE dan tiga wanita pada miomektomi (p = 0.067).


Secara umum pada jurnal ini dapat disimpulkan bahwa hasil kedunya antara UAE dan miomektomi memberikan hasil yang signifikan dan hampir sama dalam peningkatan QoL. UAE memberikan kelebihan durasi mondok yang lebih singkat dan komplikasi mayor yang lebih sedikit, namun dengan angka reintervensi yang lebih tinggi.