Patofisiologi Pre Eklampsia ~ Kedokteran dan Kesehatan

Wednesday, August 29, 2018

Patofisiologi Pre Eklampsia


Patofisiologi



Sudah banyak teori yang menerangkan patofisiologi terjadinya preeklamsi, tetapi tidak satupun yang dianggap benar secara mutlak. Teori-teori tersebut seperti kelainan pada vaskularisasi plasenta, teori iskemik, radikal bebas dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi kardiovaskuler, teori defisiensi genetik, teori defisiensi gizi dan teori inflamasi (Sibai, 2005).

1.      Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada  kehamilan  normal,  rahim  dan  plasenta  mendapat  aliran  darah  dari cabang-cabang  arteri  uterine  dan  arteri  ovarika.  Kedua  pembuluh  darah  tersebut menembus  miometrium  berupa  arteri  arkuarta  dan  arteri  arkuarta  memberi  cabang arteri  radialis.  Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis. Pada  hamil  normal,  dengan  sebab  yang  belum  jelas,  terjadi  invasi  trofoblas kedalam  lapisan  otot  arteria  spiralis,  yang  menimbulkan  degenerasi  lapisan  otot tersebut  sehingga  terjadi  dilatasi  arteri  spiralis.  Invlasi  tropoblas  juga  memasuki jaringan  sekitar  arteri  spiralis,  mengalami  distensi  dan  dilatasi.  Distensi  dan Vasodilatasi  lumen  arteri  spiralis ini  memberi  dampak  penurunan  tekanan  darah, penurunan  resistensi  vaskular,  dan  peningkatan  aliran  darah  pada  daerah  utero plasenta.  Akibatnya,  aliran  darah  kejanin  cukup  banyak  dan  perfusi  jaringan  juga meningkat,  sehingga  dapat  menjamin  pertumbuhan  janin  dengan  baik.  Proses  ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”. Pada  hipertensi  dalam  kehamilan  tidak  terjadi  invasi  sel-sel  trofoblas  pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi  tetap  kaku  dan keras  sehingga  lumen  arteri  spiralis  tidak  memungkinkan mengalami  distensi  dan  vasodilatasi.  Akibatnya,  arteri  spiralis  relatif  mengalami vasokontriksi,  dan  terjadi  kegagalan  “remodelling  arteri  spiralis”,  sehingga  aliran darah  uteroplasenta  menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat  menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya. Diameter  rata-rata  arteri  spiralis  pada  hamil  normal  adalah  500  mikron, sedangkan  pada  preeklamsia  rata-rata  200  mikron.  Pada  hamil  normal  vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

2.      Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungi Endotel

Sebagaimana  dijelaskan  pada  teori  invasi  trofoblas,  pada  hipertensi  dalam kehamilan  terjadi  kegagalan  “remodeling  arteri  spiralis”  dengan  akibat  plasenta mengalami  iskemia.  Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juda radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah  satu  oksidan  penting  yang  dihasilkan  plasenta  iskemia  adalah  radikal hidroksil  yang  sangat  toksis,  khususnya  terhadap  membran  sel  endotel  pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan  memang  dibutuhkan  untuk  perlindungan  tubuh.  Adanya  radikal  hidroksil dalam  tubuh  mungkin  dahulu  dianggap  sebagai  bahan  toksin  yang  beredar  dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil  akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak  tidak  jenuh  menjadi  peroksida  lemak.peroksida  lemak  selain  akan  merusak membran sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel. Produksi  oksidan  (radikal  bebas)  dalam  tubuh  yang  bersifat  toksis,  selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.

3.      Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin

Dugaan  bahwa  factor  imunologik  berperan  terhadap  terjadinya  hipertensi  dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut:

a.    Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.

b.    Ibu  yang  multipara  yang  kemudian  menikah  lagi  mempunyai  risiko  lebih  besar terjadinya  hipertensi  dalam  kehamilan  jika  dibandingkan  dengan  suami  yang sebelumnya.

Pada  perempuan  hamil  normal,  respons  imun  tidak  menolak  adanya  “hasil konsepsi”  yang  bersifat  asing.  Hal  ini  disebabkan  adanya  human  leukosite  antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak  menolak  hasil  konsepsi  (plasenta).  Adanya  HLA-G  pada  plasenta  dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural killer (NK) ibu.

Selain  itu,  adanya  HLA-G  akan  mempermudah  invasi  sel  trofoblas  kedalam jaringan  desidua  ibu.  Jadi  HLA-G  merupakan  prakondisi  untuk  terjadinya  invasi trofoblas  ke  dalam  jaringan  desidua  ibu,  disamping  untuk  menghad api  sel  natural killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. berkurangnya  HLA-G  di  desidua  daerah  plasenta,  menghambat  invasi  trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur  sehingga  memudahkan  terjadinya  dilatasi  arteri  spiralis.  HLA-G  juga merangsang  produksi  sitikon,  sehingga  memudahkan  terjadinya  reaksi  inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklamsia. Pada  awal  trimester  kedua  kehamilan  perempuan  yang  mempunyai kecenderungan  yang  terjadi  preeklamsia,  ternyata  mempunyai  proporsi  Helper  Sel yang lebih rendah disbanding pada normotensif.

4.      Teori Adaptasi Kardiovaskuler

Pada  hamil  normal  pembuluh  darah  refrakter  terhadap  bahan-bahan vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor  yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya  refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat  produksi  prostaglandin). Prostaglandin  ini  dikemudian  hari  ternyata adalah prostasiklin. Pada  hipertensi  dalam  kehamilan  kehilangan  daya  refrakter  terhadap  bahan vasokonstriktor,  dan  ternyata  terjadi  peningkatan  kepekaan  terhadap  bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga  pembuluh  darah  menjadi  sangat  peka  terhadap  bahan  vasopresor.  Banyak peneliti  telah  membuktikan  bahwa  peningkatan  kepekaan  terhadap  bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester 1 (pertama).

Peningkatan  kepekaan  pada  kehamilan  yang  akan  menjadi  hipertensi  dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

5.      Teori Genetik

Ada  faktor  keturunan  dan  familial  dengan  model  gen  tunggal.  Genotipe  ibu lebih  menentukan  terjadinya  hipertensi  dalam  kehamilan  secara  familial  jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia,  26%  anak  perempuannya  akan  mengalami  preeklamsia pula,sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklamsia.

6.      Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)

Beberapa  hasil  penelitian  menunjukan  bahwa  kekurangan  defisiensi  gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.  Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsia. Minyak  ikan  mengandung  banyak  asam  lemak  tidak  jenuh  yang  dapat menghambat  produksi  tromboksan,  menghambat  aktivasi  trombosit,  dan  mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah  preeclampsia,  hasil sementara menunjukan bahwa penelitian ini  berhasil  baik  dan  mungkin  dapat  dipakai  sebagai  alternatif  pemberian  aspirin. Beberapa  peneliti  juga  menganggap  bahwa  defisiensi  kalsium  pada  diet  perempuan hamil  mengakibatkan risiko terjadinya  preeklamsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador  Andes  dengan  metode  uji  klinik,  ganda  tersamar,  dengan  membandingkan pemberian  kalsium  dan  plasebo.  Hasil  penelitian  ini  menunjukan  bahwa  ibu  hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklamsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17 %.

7.      Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah  merupakan  rangsangan  utama  terjadinya  proses  inflamasi.  Pada  kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaklsi stress oksidatif. Bahan-bahan  ini  sebagai  bahan  asing  yang  kemudian  merangsang  timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris  trofoblas masih dalam batas wajar,  sehingga  reaksi  inflamasi  juga  masih  dalam  batas  normal.  Berbeda  dengan proses apoptosis pada preeklamsia, di mana pada preeklamsia terjadi peningkatan stress  oksidatif,  sehingga  produksi  debris  apoptosis  dan  nekrotik  trofoblas  juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil  ganda,  maka  reaksi  stress  oksidatif  akan  sangat  meningkat,  sehingga  jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, disbanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.  Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu. Redman,  menyatakan  bahwa  disfungsi  endotel  pada  preeklamsia  akibat produksi  debris  trofoblas  plasenta  berlebihan  tersebut  di  atas,  mengakibatkan “aktivitas leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi  ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut  sebagai  “kekacauan  adaptasi  dari  proses  inflamasi  intravaskular  pada kehamilan” yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.

0 comments:

Post a Comment