Jurnal ini berjudul Prediksi Regresi dan Kekambuhan Hiperplasia Endometrium
dengan terapi konservatif dan dipublikasikan oleh Ioannis D. Gallos, Raji
Ganesan, and Janesh K. Gupta pada Bulan Juni 2013. Tujuan dari jurnal ini
adalah untuk mengidentifikasi prediksi dan memperkirakan keakuratan prognostik
pada relaps / kekambuhan dari hiperplasia endometrium yang diobati dengan
levonogestrel intrauterin sistem atau dengan menggunakan progesteron oral.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan studi kohort, sample yang
dipakai adalah wanita dengan pengobatan LNG IUS atau progesteron oral dengan
diagnosa hiperplasia atipia bagi wanita yang ingin mempertahankan kesuburan
mereka.
Endometrial hiperplasia di
diagnosis tiga kali lebih sering daripada kanker endometrium, dan endometrial
hiperplasia bisa berkembang menjadi kanker jika tidak diobati. Jika endometrial
hipeplasia tidak diberikan intervensi, resiko perkembangan menjadi keganasan
atau karsinoma adalah kurang dari 3% pada hiperplasia non atipi dan sampai
dengan 29% pada hiperplasia atipia.
Pada survei ditemukan banyak
dokter yang merawat endometrial hiperplasia dengan menggunakan LNG IUS dan
progesteron oral. Bagi wanita dengan hiperplasia atipi, histerektomi adalah menjadi
indikasi karena hampir 43% dari kasus tersebut berkembang menjadi keganasan
atau karsinoma. Akan tetapi, histerektomi tidak mungkin dilakukan ke semua
pasien mengingat potensi resikonya, terutama untuk yang lebih tua atau obesitas
dan pasien dengan penyakit komorbid.
Pada studi observasional,
ditemukan bahwa regresi lebih sering terjadi dengan penggunaan progestogen oral
dan lebih sering lagi pada penggunaan levonogestrel
releasing intrauterine system (Mirena). Pada studi terkini, ditemukan bahwa
wanita dengan endometrial hiperplasi yang diobati dengan LNG IUS maupun dengan
progestogen oral sering mengalami relaps setelah terjadi regresi awal, dan
terjadi lebih sering pada penggunaan progestogen oral dibandingkan dengan
penggunaan LNG IUS.
Pada wanita yang dilakukan
pemeriksaan sitologi atipi cenderung tidak mencapai regresi endometrium dan
cenderung mengalami kekambuhan atau relaps selama follow up. Sampai dengan
studi terbaru saat ini BMI, usia, menopause dan diabetes berhubungan dengan
hiperplasia endometrium. Hal ini menjadi penanda prognosis terhadap outcome
apakah menjadi regresi atau menjadi relaps pada endometrial hiperplasia dengan
terapi konservatif.
Bahan dan Metode Penelitian
Metode pada penelitian ini
adalah cohort komparatif. Sampel yang diambil adalah semua wanita dengan
diagnosa hiperplasi non atipi maupun atipi yang tengah mendapatkan terapi LNG
IUS maupun progestogen oral di Rumah Sakit Rujukan di Birmingham, United
Kingdom. Pada jurnal ini didapatkan bahwa wanita dengan BMI 35 atau dengan BMI
yang lebih tinggi berhubungan dengan kejadian relaps dari hiperplasia non atipi
setelah terjadi inisial regresi dengan menggunakan pengobatan levonogestrel –
releasing intrauterina. Pada jurnal ini juga menemukan bahwa lemahnya evidence
mengenai wanita dngan BMI >35 atau lebih berhubungan dengan kegagalan
terjadinya regresi hiperplasia non atipi kompleks ketika diberikan terapi
menggunakan LNG IUS.
Dalam mencapai tujuan dari
penelitian ini, hasil follow up berdasarkan pemeriksaan histologi
diklasifikasikan sebagai: regresi komplit – atropi kelenjar, edematous fibrotic
stroma atau pseudodecidualisasi, tidak terdapat bukti hiperplasia; persisten
maupun kegagalan progresi untuk mecapai regresi komplit dengan dibuktikan
adanya hiperplasia non atipi, hiperplasia atipi, kanker; relaps atau kegagalan
mempertahankan regresi dengan bukti adanya hiperplasia non atipi, hiperplasia
non atipi, hiperplasia atipi atau kanker.
Hasil kedua dalam penelitian
ini yakni mengenai interval waktu mulai dari managemen awal sampai dengan
terjadi regresi komplit dan dari regresi sampai relaps selama follow up.
Hasil
Dari
655 dengan hiperplasia non atipi atau hiperplasia atipi yang didiagnosis dengan
masa studi 12 tahun, peneliti mengeksklusikan wanita yang diterapi dengan
histerektomi (n=249), manajemen dengan observasi (n=21), manajemen dengan
selain progesteron oral (n=14), lost atau
dilakukan follow up setelah di diagnosis (n=10). Peneliti menginklusi 361
wanita yang diberikan terapi dengan progesteron. Peneliti kehilangan data
terkait follow up sebanyak 17 wanita dan mereka juga dimasukkan ke dalam
kriteria eksklusi. Follow up rate pada penelitian ini adalah 95.3% (344/361).
Kelompok studi akhir dari
penelitian ini terdiri dari 250 wanita dengan pengobatan LNG IUS (hiperplasia
non atipi, 21 wanita dengan hiperplasia atipi) dan 94 wanita dengan pengobatan
progesteron oral (81 orang dengan hiperplasia endometrium non atipi dan 13
dengan hiperplasia atipi). Follow up pada kelompok grup LNG IUS selama 58.8
bulan dan 95.1 bulan pada kelompok progesteron oral.
Kelebihan
dari endogen estrogen yang terus berlanjut dan efek antagonisnya terhadapat LNG
IUS menjadi penyebab kegagalan regresi maupun relaps. Hipotesis kelebihan berat
badan menyebabkan proliferasi endometrium melalui kelebihan estrogen dan
hiperinsulinemia menjadi alasan klinis yang jelas. Modifikasi faktor resiko
pada hiperplasia endometrium dibutuhkan untuk intervensi dan mencegah angka
kekambuhan dikemudian hari.
Kesimpulan hasil dari penelitian ini : Regresi dievaluasi pada 344
wanita, dengan follow up rata-rata 58.8 bulan untuk LNG IUS dan dibandingkan
dengan 95.1 bulan dengan pengguna progesteron oral. Pada wanita dengan diagnosa
hiperplasia atipi yang mendapatkan pengobatan LNG IUS, didapatkan 221 wanita
yang mengalami regresi dan wanita dengan BMI 35 atau lebih tinggi berhubungan
dengan kejadian kegagalan terjadinya regresi. Kejadian relaps dievaluasi pada
219 wanita dengan rata-rata follow up 67 bulan dengan pengobatan LNG IUS dan
96.8 bulan dengan progesteron oral. Pada wanita yang diterapi dengan
menggunakan LNG IUS pada hiperplasia endometrium atipi, didapatkan 18 wanita
mengalami relaps (12.7% 18/142) dan BMI 35 atau yang lebih tinggi ditemukan menjadi
prediktor independen yang kuat terhadap kambuhnya hiperplasia endometrium.
Hanya 3.3% wanita dengan hiperplasia kompleks dalam pengobatan LNG IUS serta
BMI kurang dari 35 yang mengalami relaps selama follow up jangka panjang,
dibandingkan dengan 32.6% wanita dengan BMI 35 atau lebih.
Penelitian ini memiliki
implikasi pada praktek klinis karena membantu prognosis dan membantu menentukan
strategi pada pengawasan hiperplasia endometrium non atipi. Disarankan pada
wanita dengan hiperplasia non atipi setidaknya 24 bulan untuk menentukan apakah
terjadi regresi. Setelah 24 bulan terjadi regresi awal, disarankan untk
dilakukan pengawasan jangka panjang pada wanita dengan terapi LNG IUS dan
dengan BMI 35 atau lebih tinggi selama 5 tahun lagi, total dari follow up
adalah 7 tahun. Wanita yang dirawat dengan progeteron oral harus di follow up
dalam 48 bulan dikarenakan sering terjadinya relaps, tetapi tidak ada wanita
yang mengalami relaps setelah total 6 tahun pengobatan.
0 comments:
Post a Comment