Prediction of Regression and Relapse of Endometrial Hyperplasia with Conservative Therapy ~ Kedokteran dan Kesehatan

Thursday, October 4, 2018

Prediction of Regression and Relapse of Endometrial Hyperplasia with Conservative Therapy



Jurnal ini berjudul Prediksi Regresi dan Kekambuhan Hiperplasia Endometrium dengan terapi konservatif dan dipublikasikan oleh Ioannis D. Gallos, Raji Ganesan, and Janesh K. Gupta pada Bulan Juni 2013. Tujuan dari jurnal ini adalah untuk mengidentifikasi prediksi dan memperkirakan keakuratan prognostik pada relaps / kekambuhan dari hiperplasia endometrium yang diobati dengan levonogestrel intrauterin sistem atau dengan menggunakan progesteron oral. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan studi kohort, sample yang dipakai adalah wanita dengan pengobatan LNG IUS atau progesteron oral dengan diagnosa hiperplasia atipia bagi wanita yang ingin mempertahankan kesuburan mereka.
          Endometrial hiperplasia di diagnosis tiga kali lebih sering daripada kanker endometrium, dan endometrial hiperplasia bisa berkembang menjadi kanker jika tidak diobati. Jika endometrial hipeplasia tidak diberikan intervensi, resiko perkembangan menjadi keganasan atau karsinoma adalah kurang dari 3% pada hiperplasia non atipi dan sampai dengan 29% pada hiperplasia atipia.
          Pada survei ditemukan banyak dokter yang merawat endometrial hiperplasia dengan menggunakan LNG IUS dan progesteron oral. Bagi wanita dengan hiperplasia atipi, histerektomi adalah menjadi indikasi karena hampir 43% dari kasus tersebut berkembang menjadi keganasan atau karsinoma. Akan tetapi, histerektomi tidak mungkin dilakukan ke semua pasien mengingat potensi resikonya, terutama untuk yang lebih tua atau obesitas dan pasien dengan penyakit komorbid.
          Pada studi observasional, ditemukan bahwa regresi lebih sering terjadi dengan penggunaan progestogen oral dan lebih sering lagi pada penggunaan levonogestrel releasing intrauterine system (Mirena). Pada studi terkini, ditemukan bahwa wanita dengan endometrial hiperplasi yang diobati dengan LNG IUS maupun dengan progestogen oral sering mengalami relaps setelah terjadi regresi awal, dan terjadi lebih sering pada penggunaan progestogen oral dibandingkan dengan penggunaan LNG IUS.
          Pada wanita yang dilakukan pemeriksaan sitologi atipi cenderung tidak mencapai regresi endometrium dan cenderung mengalami kekambuhan atau relaps selama follow up. Sampai dengan studi terbaru saat ini BMI, usia, menopause dan diabetes berhubungan dengan hiperplasia endometrium. Hal ini menjadi penanda prognosis terhadap outcome apakah menjadi regresi atau menjadi relaps pada endometrial hiperplasia dengan terapi konservatif.
          Bahan dan Metode Penelitian
          Metode pada penelitian ini adalah cohort komparatif. Sampel yang diambil adalah semua wanita dengan diagnosa hiperplasi non atipi maupun atipi yang tengah mendapatkan terapi LNG IUS maupun progestogen oral di Rumah Sakit Rujukan di Birmingham, United Kingdom. Pada jurnal ini didapatkan bahwa wanita dengan BMI 35 atau dengan BMI yang lebih tinggi berhubungan dengan kejadian relaps dari hiperplasia non atipi setelah terjadi inisial regresi dengan menggunakan pengobatan levonogestrel – releasing intrauterina. Pada jurnal ini juga menemukan bahwa lemahnya evidence mengenai wanita dngan BMI >35 atau lebih berhubungan dengan kegagalan terjadinya regresi hiperplasia non atipi kompleks ketika diberikan terapi menggunakan LNG IUS.
          Dalam mencapai tujuan dari penelitian ini, hasil follow up berdasarkan pemeriksaan histologi diklasifikasikan sebagai: regresi komplit – atropi kelenjar, edematous fibrotic stroma atau pseudodecidualisasi, tidak terdapat bukti hiperplasia; persisten maupun kegagalan progresi untuk mecapai regresi komplit dengan dibuktikan adanya hiperplasia non atipi, hiperplasia atipi, kanker; relaps atau kegagalan mempertahankan regresi dengan bukti adanya hiperplasia non atipi, hiperplasia non atipi, hiperplasia atipi atau kanker.
          Hasil kedua dalam penelitian ini yakni mengenai interval waktu mulai dari managemen awal sampai dengan terjadi regresi komplit dan dari regresi sampai relaps selama follow up. 
          Hasil
          Dari 655 dengan hiperplasia non atipi atau hiperplasia atipi yang didiagnosis dengan masa studi 12 tahun, peneliti mengeksklusikan wanita yang diterapi dengan histerektomi (n=249), manajemen dengan observasi (n=21), manajemen dengan selain progesteron oral (n=14), lost atau dilakukan follow up setelah di diagnosis (n=10). Peneliti menginklusi 361 wanita yang diberikan terapi dengan progesteron. Peneliti kehilangan data terkait follow up sebanyak 17 wanita dan mereka juga dimasukkan ke dalam kriteria eksklusi. Follow up rate pada penelitian ini adalah 95.3% (344/361).
          Kelompok studi akhir dari penelitian ini terdiri dari 250 wanita dengan pengobatan LNG IUS (hiperplasia non atipi, 21 wanita dengan hiperplasia atipi) dan 94 wanita dengan pengobatan progesteron oral (81 orang dengan hiperplasia endometrium non atipi dan 13 dengan hiperplasia atipi). Follow up pada kelompok grup LNG IUS selama 58.8 bulan dan 95.1 bulan pada kelompok progesteron oral.
          Kelebihan dari endogen estrogen yang terus berlanjut dan efek antagonisnya terhadapat LNG IUS menjadi penyebab kegagalan regresi maupun relaps. Hipotesis kelebihan berat badan menyebabkan proliferasi endometrium melalui kelebihan estrogen dan hiperinsulinemia menjadi alasan klinis yang jelas. Modifikasi faktor resiko pada hiperplasia endometrium dibutuhkan untuk intervensi dan mencegah angka kekambuhan dikemudian hari.
         
          Kesimpulan hasil dari penelitian ini : Regresi dievaluasi pada 344 wanita, dengan follow up rata-rata 58.8 bulan untuk LNG IUS dan dibandingkan dengan 95.1 bulan dengan pengguna progesteron oral. Pada wanita dengan diagnosa hiperplasia atipi yang mendapatkan pengobatan LNG IUS, didapatkan 221 wanita yang mengalami regresi dan wanita dengan BMI 35 atau lebih tinggi berhubungan dengan kejadian kegagalan terjadinya regresi. Kejadian relaps dievaluasi pada 219 wanita dengan rata-rata follow up 67 bulan dengan pengobatan LNG IUS dan 96.8 bulan dengan progesteron oral. Pada wanita yang diterapi dengan menggunakan LNG IUS pada hiperplasia endometrium atipi, didapatkan 18 wanita mengalami relaps (12.7% 18/142) dan BMI 35 atau yang lebih tinggi ditemukan menjadi prediktor independen yang kuat terhadap kambuhnya hiperplasia endometrium. Hanya 3.3% wanita dengan hiperplasia kompleks dalam pengobatan LNG IUS serta BMI kurang dari 35 yang mengalami relaps selama follow up jangka panjang, dibandingkan dengan 32.6% wanita dengan BMI 35 atau lebih.           

          Penelitian ini memiliki implikasi pada praktek klinis karena membantu prognosis dan membantu menentukan strategi pada pengawasan hiperplasia endometrium non atipi. Disarankan pada wanita dengan hiperplasia non atipi setidaknya 24 bulan untuk menentukan apakah terjadi regresi. Setelah 24 bulan terjadi regresi awal, disarankan untk dilakukan pengawasan jangka panjang pada wanita dengan terapi LNG IUS dan dengan BMI 35 atau lebih tinggi selama 5 tahun lagi, total dari follow up adalah 7 tahun. Wanita yang dirawat dengan progeteron oral harus di follow up dalam 48 bulan dikarenakan sering terjadinya relaps, tetapi tidak ada wanita yang mengalami relaps setelah total 6 tahun pengobatan.

0 comments:

Post a Comment