October 2018 ~ Kedokteran dan Kesehatan

Wednesday, October 10, 2018

Hiperplasia Endometrium



Definisi Hiperplasi Endometrium
Hiperplasia endometrium adalah didefinisikan sebagai proliferasi abnormal dari kelenjar endometrium dengan peningkatan stroma kelenjar dibandingkan dengan pproliferasi endometrium (Kurman RJ, 2014).
Manifestasi klinis yang umum terjadi dari hiperplasia endometrium adalah perdarahan uterus abnormal. Hal ini termasuk perdarahan menstruasi yang berat, perdarahan intermenstruasi, perdarahan tidak teratur, perdarahan pada terapi sulih hormon (HRT) dan perdarahan pada periode pasca menopause (Kurman RJ, 2014).
Hiperplasia endometrium berkembang saat estrogen tidak berlawanan dengan progesteron merangsang pertumbuhan sel endometrial dengan mengikat reseptor estrogen pada nukleus dari sel ensometrial. Faktor resiko dari terjadinya hiperplasia endometrium adalah peningkatan BMI/ indeks masa tubuh dengan konversi androgen perifer berlebihan pada jaringan adiposa ke estrogen, anovulasi berkaitan dengan perimenopause atau polycystic ovary syndrome (PCOS), sekresi estrogen dari tumor ovarium misal tumor sel granulosa, stimulasi endometrial akibat penggunaan obat-obatan misal terapi pengganti estrogen sistemik atau tamoxifen jangka panjang (RCOG, 2016).
Hiperplasia endometrium paling sering disebabkan oleh kelebihan estrogen tanpa progesteron. Jika ovulasi tidak terjadi, progesteron tidak diproduksi, dan lapisan tidak meluruh. Endometrium dapat terus tumbuh sebagai respons terhadap estrogen. Sel-sel yang membentuk lapisan bisa berkumpul bersama dan mungkin menjadi tidak normal. Kondisi ini, yang disebut hiperplasia, dapat menyebabkan kanker pada beberapa wanita (ACOG, 2011).
Resiko perkembangan hiperplasia endometrium menjadi kanker endometrium paling tinggi pada hiperplasia jenis atipia. Kontrol penelitian pada 7947 kelompok wanita yang didiagnosis hiperplasia endometrium atipia ditemukan bahwa resiko komulatif kanker dalam 4 tahun adalah 8% meningkat menjadi 12.4% setelah 9 tahun dan 27.5% setelah 19 tahun (RCOG, 2014). 
Pada studi observasional, telah ditemukan bahwa wanita dengan hiperplasia endometrium yang mendapatkan terapi dengan LNG IUS atau oral progesteron sering  mengalami kekambuhan / relaps setelah mengalami regresi awal, dan lebih sering terjadi dengan preogesteron oral dibandingkan dengan penggunaan LNG IUS (Gallos dkk, 2013).


              Klasifikasi Hiperplasia Endometrium

WHO mengklasifikasikan hiperplasia endometrium menjadi dua kelompok, yakni hiperplasia non atipi dan hiperplasia atipik.
Hiperplasia atipik
Proliferasi dari kelenjar endometrium yang berbentuk ireguler, menggambarkan adanya tumpukan sel yang saling tumpang tindih sering berkembang menjadi karsinoma endometrium.
Hiperplasia non atipik
Proliferasi jinak dari kelenjar endometrium yang berbentuk reguler dan juga berdilatasi, tetapi tidak menggambarkan adanya tumpukan sel yang saling tumpang tindih, cenderung mengalami regresi secara spontan.

          Diagnosis Hiperplasia Endometrium

§    Diagnosis hiperplasia endometrium memerlukan pemeriksaan histologi dari jaringan endometrium
§    Diagnosis dengan histeroscopi dipertimbangkan untuk memfasilitasi atau untuk mendapatkan sampel endometrium
§    USG transvaginal dapat digunakan untuk diagosis hiperplasia endometrium pada wanita pre dan post menopause
§    Visualisasi langsung dan biopsi dari cavitas uterina menggunakan histeroscopi

               Penatalaksanaan Hiperplasia Endometrium Non Atipik  (RCOG, 2016)

Manajemen awal Hiperplasia Non Atipik
§    Wanita harus diberi tahu bahwa risiko hiperplasia endometrium tanpa atipia berkembang menjadi kanker endometrium kurang dari 5% selama 20 tahun dan sebagian besar kasus endometrial hiperplasia non atypia akan mengalami penurunan secara spontan.
§    Faktor risiko reversibel seperti obesitas dan penggunaan terapi sulih hormon (HRT) seharusnya diidentifikasi dan ditangani jika memungkinkan.
§    Observasi dengan follow-up biopsi endometrium untuk memastikan regresi penyakit dapat dipertimbangkan, terutama untuk faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Namun, wanita harus diberitahu pengobatan dengan progestogen memiliki tingkat regresi penyakit yang lebih tinggi dibandingkan dengan observasi saja.
§    Terapi progestogen diindikasikan pada wanita yang gagal mengalami kemunduran setelah observasi saja dan untuk wanita bergejala dengan perdarahan uterus abnormal.

Manajemen awal Hiperplasia Non Atipik
Baik oral dan intrauterine lokal levonorgestrel [LNG-IUS] Progestogen efektif dalam mencapai regresi hiperplasia endometrium tanpa atipia. LNG-IUS harus menjadi pengobatan lini pertama karena dibandingkan dengan progestogen oral itu memiliki tingkat regresi penyakit yang lebih tinggi dengan profil pendarahan yang lebih baik dan terkait dengan lebih sedikit efek samping progestogen terus menerus harus digunakan (medroksiprogesteron 10-20 mg / hari atau noretisteron 10-15 mg / hari) bagi wanita yang menolak LNG-IUS. Progestogen siklik tidak boleh digunakan karena kurang efektif dalam menginduksi regresi hiperplasia endometrium tanpa atypia dibandingkan dengan progestogen oral kontinyu atau LNG-IUS.

Durasi Pengobatan dan Follow up Hiperplasia Endometrium Non Atipi
§    Pengobatan dengan progestogen oral atau LNG-IUS harus minimal 6 bulan agar menginduksi regresi histologis hiperplasia endometrium tanpa atipia. Jika efek samping dapat ditoleransi dan mengabaikan masa subur, wanita harus didorong untuk mempertahankan LNG-IUS selama 5 tahun karena ini mengurangi risiko kambuh, terutama jika terjadi gejala perdarahan uterus abnormal.
§    Surveilans endometrium yang dilengkapi dengan biopsi endometrium direkomendasikan untuk pasien rawat jalan setelah giagnosis hiperplasia non  atypia ditegakkan.
§    Surveilans endometrium harus diatur minimal interval 6 bulanan, walaupun ditinjau ulang karena respons individual terhadap perubahan dalam kondisi klinis wanita. Setidaknya dua biopsi negatif 6 bulanan berturut-turut harus diperoleh sebelum berhenti dilakukannya pemeriksaan.
§    Wanita harus disarankan untuk mencari rujukan lebih lanjut jika terjadi perdarahan vagina abnormal setelah elesainya perawatan karena ini merupakan indikasi kambuhnya penyakit.
§    Pada wanita berisiko tinggi kambuh, seperti wanita dengan indeks massa tubuh (BMI) 35 atau lebih atau lebih, mereka yang diobati dengan progestogen oral, biopsi endometrium 6 bulanan dianjurkan. Sekali dua biopsi endometrium negatif berturut-turut telah diperoleh kemudian follow up jangka panjang seharusnya dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi endometrium tahunan.
 
Manajemen Bedah pada Hiperplasia Endometrium Non Atipik
§    Histerektomi tidak boleh digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk hiperplasia tanpa atypia karena terapi progestogen mampu membuat remisi histologis dan simtomatik pada sebagian besar wanita dan menghindari morbiditas yang terkait dengan operasi besar.
§    Histerektomi ditunjukkan pada wanita yang tidak ingin mempertahankan masa subur mereka saat (i) perkembangan hiperplasia atipikal terjadi selama follow up, atau (ii) tidak ada regresi histologis hiperplasia meskipun 12 bulan pengobatan, atau (iii) ada kekambuhan hiperplasia endometrium setelah selesai pengobatan progestogen, atau (iv) ada persistensi gejala perdarahan, atau (v) wanita tersebut menolak untuk menjalani follow up atau tidak mematuhi perawatan medis.
§    Wanita pasca menopaus memerlukan manajemen bedah untuk hiperplasia endometrium non atipia yakni ditawarkan salpingo-ooforektomi bilateral bersamaan dengan total histerektomi.
§    Bagi wanita pramenopause, keputusan untuk pengambilan indung telur harus dilakukan secara individual; namun, salpingektomi bilateral harus dipertimbangkan karena hal ini dapat mengurangi risiko keganasan ovarium di masa depan.
§    Laparoskopi untuk tindakan histerektomi total lebih baik daripada tindakan pembedahan abdomen terkait dengan perawatan di rumah sakit yang lebih pendek, nyeri pasca operasi yang lebih pendek dan pemulihan yang lebih cepat.
§    Ablasi endometrium tidak dianjurkan untuk pengobatan hiperplasia endometrium karena dapat terjadi kerusakan endometrium yang persisten.
 

             Penatalaksanaan Hiperplasia Endometrium Atipik (RCOG, 2016)

Inisial Management pada Hiperplasia Atipi
§    Wanita dengan hiperplasia atipi harus dilakukan total histerektomi dikarenakan resiko nya untuk terjadi keganansan sampai dengan progresinya menjadi kanker.
§    Pendekatan dengan laparoskopi untuk histerektomi total lebih baik daripada hanya dengan pemeriksaan imaging abdomen, hal ini juga berhubungan dengan durasi pasien untuk tinggal di rumah sakit dan pemulihan pasca operasi yang lebih cepat.
§    Wanita postmenopause dengan hiperplasia atipi harus ditawarkan tindakan bilateral ooforektomi bersama dengan total histerektomi
§    Pada wanita premmenopause dengan hiperplasia atipi bisa ditawarkan untuk pengangkatan ovarium, akantetapi, salpingektomi bilateral harus dipertimbangkan karena dapat mengurangi resiko keganasan ovarium di kemudian hari.
§    Ablasia endometrium tidak direkomendasikan karena dapat terjadi destruksi endometrium yang komplit dan persisten dan pembentukan adhesi intrauterina dapat menghalangi pengamatan histologi endrometrium. 
 
 
 
Management Wanita dengan Hiperplasia Atipi yang Ingin Mempertahankan Fertilitas 
§    Wanita yang mengharapkan fertilitas mereka harus diberikan edukasi  mengenai resiko untuk menjadi keganasan dan pprogresi menjadi kanker endometrium
§    Pemeriksaan histopatologi, imaging, dan tumor marker harus selalu di ulang pada saat kontrol dan perencanaan untuk management selanjutnya   
§    LNG IUS tetap menjadi terapi pilihan utama yang direkomendasikan dan oral progestogen sebagai alternatif terbaik kedua. 
§    Ketika fertilitas sudah tidak diperlukan, hiterektomi ditawarkan karena melihat resiko tingginya relaps
 
Management pada Wanita dengan Hiperplasia Endomentrium Atipi
§    Pegawasan rutin endometrium yakni dengan endometrial biopsi. Untuk jadwal kunjungan dapat disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Pemeriksaan dilakukan dalam interval 3 bulan beturut-turut sampai dua dua biopsi didapatkan hasil negatif berturut-turut. 
§    Pada wanita dengan tanpa gejala, pemeriksaan histologi dilakukan untuk membuktikan adanya regresi penyakit. Dilakukan minimal dua biopsi endometrium dengan hasil negatif berturut-turut. Dianjuran untuk follow up jangka panjang dengan dilakukan biopsi setiap 6-12 bulan sampai dilakukan tindakan histerektomi.
Management pada wanita dengan hiperplasia endometrium yang menginginkan kehamilan
§    Regresi penyakit harus tercapai setidaknya satu kali pemeriksaan sample endometrium.
§    Wanita yang menginkan kehamilan sebaiknya dirujuk ke spesialis fertility untuk mendiskusikan pilihan terapi terkait pemilihan konsepsi, pemilihan lebih lanjut dan penatalaksanaan lebih lanjut.
§    Regresi endometrial hiperplasi harus tercapai terlebih dahulu terkait dengan keberhasilan implantasi pada kehamilan. 




  Royal College of Obstetricians & Gynaecologists; Management of Endometrial Hypperplasia. Green-top Guideline No 67; February 2016

Friday, October 5, 2018

Perdarahan Uterus Abnormal

A.           Definisi Perdarahan Uterus Abnormal
Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai variasi dari siklus menstruasi termasuk perubahan dalam keteraturan dan frekuensi menstruasi, durasi atau banyaknya jumlah kehilangan darah (Munro MG, dkk, 2011).
Deskripsi klasik dari perdarahan uterus abnormal yakni berdasarkan siklisitas dan kuantitas aliran darah menstruasi yang keluar. Meskipun persepsi pasien mengenai perdarahan yang dialami belum tentu bisa dihitung, akan tetapi persepsi pasien menjadi hal penting untuk rencana manajemen perdarahan uterus abnormal. Perdarahan uterus abnormal memberikan dampak pada kualitas kehidupan wanita (ACOG, 2009).
Perdarahan uterus normal (AUB) didefinisikan sebagai perubahan dalam pola atau volume aliran darah menstruasi. Dua utama kategori AUB adalah perdarahan menstruasi yang berat atau tidak teratur. Gangguan haid adalah masalah kesehatan ginekologis yang paling umum di Amerika Serikat, dan perdarahan menstruasi yang berat mempengaruhi 30% wanita selama masa reproduksi mereka (Barnard K, dkk, 2003).

B.            Terminologi  Perdarahan Uterus Abnormal


Sumber : Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal Women, Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada, Mei 2013

C.           Penyebab Perdarahan Uterus Abnormal ber­­­­­­­­dasarkan PALM-COEIN

Kelompok PALM merupakan kelompok kelainan struktur penyebab perdarahan uterus abnormal yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. kelompok PALM Kelompok COEIN adalah merupakan kelompok kelainan non struktur penyebab perdarahan uterus abnormal yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau hstopatologi.
 Sumber : Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal Women, Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada, Mei 2013

Thursday, October 4, 2018

Prediction of Regression and Relapse of Endometrial Hyperplasia with Conservative Therapy



Jurnal ini berjudul Prediksi Regresi dan Kekambuhan Hiperplasia Endometrium dengan terapi konservatif dan dipublikasikan oleh Ioannis D. Gallos, Raji Ganesan, and Janesh K. Gupta pada Bulan Juni 2013. Tujuan dari jurnal ini adalah untuk mengidentifikasi prediksi dan memperkirakan keakuratan prognostik pada relaps / kekambuhan dari hiperplasia endometrium yang diobati dengan levonogestrel intrauterin sistem atau dengan menggunakan progesteron oral. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan studi kohort, sample yang dipakai adalah wanita dengan pengobatan LNG IUS atau progesteron oral dengan diagnosa hiperplasia atipia bagi wanita yang ingin mempertahankan kesuburan mereka.
          Endometrial hiperplasia di diagnosis tiga kali lebih sering daripada kanker endometrium, dan endometrial hiperplasia bisa berkembang menjadi kanker jika tidak diobati. Jika endometrial hipeplasia tidak diberikan intervensi, resiko perkembangan menjadi keganasan atau karsinoma adalah kurang dari 3% pada hiperplasia non atipi dan sampai dengan 29% pada hiperplasia atipia.
          Pada survei ditemukan banyak dokter yang merawat endometrial hiperplasia dengan menggunakan LNG IUS dan progesteron oral. Bagi wanita dengan hiperplasia atipi, histerektomi adalah menjadi indikasi karena hampir 43% dari kasus tersebut berkembang menjadi keganasan atau karsinoma. Akan tetapi, histerektomi tidak mungkin dilakukan ke semua pasien mengingat potensi resikonya, terutama untuk yang lebih tua atau obesitas dan pasien dengan penyakit komorbid.
          Pada studi observasional, ditemukan bahwa regresi lebih sering terjadi dengan penggunaan progestogen oral dan lebih sering lagi pada penggunaan levonogestrel releasing intrauterine system (Mirena). Pada studi terkini, ditemukan bahwa wanita dengan endometrial hiperplasi yang diobati dengan LNG IUS maupun dengan progestogen oral sering mengalami relaps setelah terjadi regresi awal, dan terjadi lebih sering pada penggunaan progestogen oral dibandingkan dengan penggunaan LNG IUS.
          Pada wanita yang dilakukan pemeriksaan sitologi atipi cenderung tidak mencapai regresi endometrium dan cenderung mengalami kekambuhan atau relaps selama follow up. Sampai dengan studi terbaru saat ini BMI, usia, menopause dan diabetes berhubungan dengan hiperplasia endometrium. Hal ini menjadi penanda prognosis terhadap outcome apakah menjadi regresi atau menjadi relaps pada endometrial hiperplasia dengan terapi konservatif.
          Bahan dan Metode Penelitian
          Metode pada penelitian ini adalah cohort komparatif. Sampel yang diambil adalah semua wanita dengan diagnosa hiperplasi non atipi maupun atipi yang tengah mendapatkan terapi LNG IUS maupun progestogen oral di Rumah Sakit Rujukan di Birmingham, United Kingdom. Pada jurnal ini didapatkan bahwa wanita dengan BMI 35 atau dengan BMI yang lebih tinggi berhubungan dengan kejadian relaps dari hiperplasia non atipi setelah terjadi inisial regresi dengan menggunakan pengobatan levonogestrel – releasing intrauterina. Pada jurnal ini juga menemukan bahwa lemahnya evidence mengenai wanita dngan BMI >35 atau lebih berhubungan dengan kegagalan terjadinya regresi hiperplasia non atipi kompleks ketika diberikan terapi menggunakan LNG IUS.
          Dalam mencapai tujuan dari penelitian ini, hasil follow up berdasarkan pemeriksaan histologi diklasifikasikan sebagai: regresi komplit – atropi kelenjar, edematous fibrotic stroma atau pseudodecidualisasi, tidak terdapat bukti hiperplasia; persisten maupun kegagalan progresi untuk mecapai regresi komplit dengan dibuktikan adanya hiperplasia non atipi, hiperplasia atipi, kanker; relaps atau kegagalan mempertahankan regresi dengan bukti adanya hiperplasia non atipi, hiperplasia non atipi, hiperplasia atipi atau kanker.
          Hasil kedua dalam penelitian ini yakni mengenai interval waktu mulai dari managemen awal sampai dengan terjadi regresi komplit dan dari regresi sampai relaps selama follow up. 
          Hasil
          Dari 655 dengan hiperplasia non atipi atau hiperplasia atipi yang didiagnosis dengan masa studi 12 tahun, peneliti mengeksklusikan wanita yang diterapi dengan histerektomi (n=249), manajemen dengan observasi (n=21), manajemen dengan selain progesteron oral (n=14), lost atau dilakukan follow up setelah di diagnosis (n=10). Peneliti menginklusi 361 wanita yang diberikan terapi dengan progesteron. Peneliti kehilangan data terkait follow up sebanyak 17 wanita dan mereka juga dimasukkan ke dalam kriteria eksklusi. Follow up rate pada penelitian ini adalah 95.3% (344/361).
          Kelompok studi akhir dari penelitian ini terdiri dari 250 wanita dengan pengobatan LNG IUS (hiperplasia non atipi, 21 wanita dengan hiperplasia atipi) dan 94 wanita dengan pengobatan progesteron oral (81 orang dengan hiperplasia endometrium non atipi dan 13 dengan hiperplasia atipi). Follow up pada kelompok grup LNG IUS selama 58.8 bulan dan 95.1 bulan pada kelompok progesteron oral.
          Kelebihan dari endogen estrogen yang terus berlanjut dan efek antagonisnya terhadapat LNG IUS menjadi penyebab kegagalan regresi maupun relaps. Hipotesis kelebihan berat badan menyebabkan proliferasi endometrium melalui kelebihan estrogen dan hiperinsulinemia menjadi alasan klinis yang jelas. Modifikasi faktor resiko pada hiperplasia endometrium dibutuhkan untuk intervensi dan mencegah angka kekambuhan dikemudian hari.
         
          Kesimpulan hasil dari penelitian ini : Regresi dievaluasi pada 344 wanita, dengan follow up rata-rata 58.8 bulan untuk LNG IUS dan dibandingkan dengan 95.1 bulan dengan pengguna progesteron oral. Pada wanita dengan diagnosa hiperplasia atipi yang mendapatkan pengobatan LNG IUS, didapatkan 221 wanita yang mengalami regresi dan wanita dengan BMI 35 atau lebih tinggi berhubungan dengan kejadian kegagalan terjadinya regresi. Kejadian relaps dievaluasi pada 219 wanita dengan rata-rata follow up 67 bulan dengan pengobatan LNG IUS dan 96.8 bulan dengan progesteron oral. Pada wanita yang diterapi dengan menggunakan LNG IUS pada hiperplasia endometrium atipi, didapatkan 18 wanita mengalami relaps (12.7% 18/142) dan BMI 35 atau yang lebih tinggi ditemukan menjadi prediktor independen yang kuat terhadap kambuhnya hiperplasia endometrium. Hanya 3.3% wanita dengan hiperplasia kompleks dalam pengobatan LNG IUS serta BMI kurang dari 35 yang mengalami relaps selama follow up jangka panjang, dibandingkan dengan 32.6% wanita dengan BMI 35 atau lebih.           

          Penelitian ini memiliki implikasi pada praktek klinis karena membantu prognosis dan membantu menentukan strategi pada pengawasan hiperplasia endometrium non atipi. Disarankan pada wanita dengan hiperplasia non atipi setidaknya 24 bulan untuk menentukan apakah terjadi regresi. Setelah 24 bulan terjadi regresi awal, disarankan untk dilakukan pengawasan jangka panjang pada wanita dengan terapi LNG IUS dan dengan BMI 35 atau lebih tinggi selama 5 tahun lagi, total dari follow up adalah 7 tahun. Wanita yang dirawat dengan progeteron oral harus di follow up dalam 48 bulan dikarenakan sering terjadinya relaps, tetapi tidak ada wanita yang mengalami relaps setelah total 6 tahun pengobatan.