Definisi Hiperplasi Endometrium
Hiperplasia
endometrium adalah didefinisikan sebagai proliferasi abnormal dari kelenjar
endometrium dengan peningkatan stroma kelenjar dibandingkan dengan pproliferasi
endometrium (Kurman RJ, 2014).
Manifestasi
klinis yang umum terjadi dari hiperplasia endometrium adalah perdarahan uterus
abnormal. Hal ini termasuk perdarahan menstruasi yang berat, perdarahan
intermenstruasi, perdarahan tidak teratur, perdarahan pada terapi sulih hormon (HRT)
dan perdarahan pada periode pasca menopause (Kurman RJ, 2014).
Hiperplasia
endometrium berkembang saat estrogen tidak berlawanan dengan progesteron
merangsang pertumbuhan sel endometrial dengan mengikat reseptor estrogen pada
nukleus dari sel ensometrial. Faktor resiko dari terjadinya hiperplasia
endometrium adalah peningkatan BMI/ indeks masa tubuh dengan konversi androgen
perifer berlebihan pada jaringan adiposa ke estrogen, anovulasi berkaitan
dengan perimenopause atau polycystic ovary syndrome (PCOS), sekresi estrogen
dari tumor ovarium misal tumor sel granulosa, stimulasi endometrial akibat
penggunaan obat-obatan misal terapi pengganti estrogen sistemik atau tamoxifen
jangka panjang (RCOG, 2016).
Hiperplasia endometrium paling sering disebabkan oleh kelebihan estrogen tanpa progesteron. Jika ovulasi tidak terjadi, progesteron tidak diproduksi, dan lapisan tidak meluruh. Endometrium dapat terus tumbuh sebagai respons terhadap estrogen. Sel-sel yang membentuk lapisan bisa berkumpul bersama dan mungkin menjadi tidak normal. Kondisi ini, yang disebut hiperplasia, dapat menyebabkan kanker pada beberapa wanita (ACOG, 2011).
Resiko perkembangan
hiperplasia endometrium menjadi kanker endometrium paling tinggi pada
hiperplasia jenis atipia. Kontrol penelitian pada 7947 kelompok wanita yang
didiagnosis hiperplasia endometrium atipia ditemukan bahwa resiko komulatif
kanker dalam 4 tahun adalah 8% meningkat menjadi 12.4% setelah 9 tahun dan
27.5% setelah 19 tahun (RCOG, 2014).
Pada studi
observasional, telah ditemukan bahwa wanita dengan hiperplasia endometrium yang
mendapatkan terapi dengan LNG IUS atau oral progesteron sering mengalami kekambuhan / relaps setelah
mengalami regresi awal, dan lebih sering terjadi dengan preogesteron oral
dibandingkan dengan penggunaan LNG IUS (Gallos dkk, 2013).
Klasifikasi Hiperplasia Endometrium
WHO
mengklasifikasikan hiperplasia endometrium menjadi dua kelompok, yakni
hiperplasia non atipi dan hiperplasia atipik.
Hiperplasia atipik
Proliferasi dari
kelenjar endometrium yang berbentuk ireguler, menggambarkan adanya tumpukan sel
yang saling tumpang tindih sering berkembang menjadi karsinoma endometrium.
Hiperplasia non atipik
Proliferasi jinak
dari kelenjar endometrium yang berbentuk reguler dan juga berdilatasi, tetapi
tidak menggambarkan adanya tumpukan sel yang saling tumpang tindih, cenderung
mengalami regresi secara spontan.
Diagnosis Hiperplasia Endometrium
§
Diagnosis
hiperplasia endometrium memerlukan pemeriksaan histologi dari jaringan
endometrium
§
Diagnosis
dengan histeroscopi dipertimbangkan untuk memfasilitasi atau untuk mendapatkan
sampel endometrium
§
USG
transvaginal dapat digunakan untuk diagosis hiperplasia endometrium pada wanita
pre dan post menopause
§
Visualisasi
langsung dan biopsi dari cavitas uterina menggunakan histeroscopi
Penatalaksanaan Hiperplasia Endometrium Non Atipik (RCOG, 2016)
Manajemen awal Hiperplasia Non Atipik
§
Wanita harus diberi tahu bahwa risiko hiperplasia endometrium
tanpa atipia berkembang menjadi kanker endometrium kurang dari 5% selama 20
tahun dan sebagian besar kasus endometrial hiperplasia non atypia akan
mengalami penurunan secara spontan.
§
Faktor risiko reversibel seperti obesitas dan penggunaan
terapi sulih hormon (HRT) seharusnya diidentifikasi dan ditangani jika
memungkinkan.
§
Observasi dengan follow-up biopsi endometrium untuk
memastikan regresi penyakit dapat dipertimbangkan, terutama untuk faktor risiko
yang dapat dimodifikasi. Namun, wanita harus diberitahu pengobatan dengan
progestogen memiliki tingkat regresi penyakit yang lebih tinggi dibandingkan
dengan observasi saja.
§
Terapi progestogen diindikasikan pada wanita yang gagal
mengalami kemunduran setelah observasi saja dan untuk wanita bergejala dengan
perdarahan uterus abnormal.
Manajemen awal Hiperplasia Non
Atipik
Baik oral dan intrauterine lokal levonorgestrel
[LNG-IUS] Progestogen efektif dalam mencapai regresi hiperplasia endometrium
tanpa atipia. LNG-IUS harus menjadi pengobatan lini pertama karena dibandingkan
dengan progestogen oral itu memiliki tingkat regresi penyakit yang lebih tinggi
dengan profil pendarahan yang lebih baik dan terkait dengan lebih sedikit efek samping
progestogen terus menerus harus digunakan (medroksiprogesteron 10-20 mg / hari
atau noretisteron 10-15 mg / hari) bagi wanita yang menolak LNG-IUS. Progestogen
siklik tidak boleh digunakan karena kurang efektif dalam menginduksi regresi
hiperplasia endometrium tanpa atypia dibandingkan dengan progestogen oral
kontinyu atau LNG-IUS.
Durasi Pengobatan dan Follow up Hiperplasia Endometrium Non Atipi
§ Pengobatan dengan progestogen oral atau LNG-IUS harus minimal 6 bulan agar menginduksi regresi histologis hiperplasia endometrium tanpa atipia. Jika efek samping dapat ditoleransi dan mengabaikan masa subur, wanita harus didorong untuk mempertahankan LNG-IUS selama 5 tahun karena ini mengurangi risiko kambuh, terutama jika terjadi gejala perdarahan uterus abnormal.
§ Surveilans endometrium yang dilengkapi dengan biopsi endometrium direkomendasikan untuk pasien rawat jalan setelah giagnosis hiperplasia non atypia ditegakkan.
§ Surveilans endometrium harus diatur minimal interval 6 bulanan, walaupun ditinjau ulang karena respons individual terhadap perubahan dalam kondisi klinis wanita. Setidaknya dua biopsi negatif 6 bulanan berturut-turut harus diperoleh sebelum berhenti dilakukannya pemeriksaan.
§ Wanita harus disarankan untuk mencari rujukan lebih lanjut jika terjadi perdarahan vagina abnormal setelah elesainya perawatan karena ini merupakan indikasi kambuhnya penyakit.
§ Pada wanita berisiko tinggi kambuh, seperti wanita dengan indeks massa tubuh (BMI) 35 atau lebih atau lebih, mereka yang diobati dengan progestogen oral, biopsi endometrium 6 bulanan dianjurkan. Sekali dua biopsi endometrium negatif berturut-turut telah diperoleh kemudian follow up jangka panjang seharusnya dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi endometrium tahunan.
Manajemen Bedah pada Hiperplasia Endometrium Non Atipik
§ Histerektomi tidak boleh digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk hiperplasia tanpa atypia karena terapi progestogen mampu membuat remisi histologis dan simtomatik pada sebagian besar wanita dan menghindari morbiditas yang terkait dengan operasi besar.
§ Histerektomi ditunjukkan pada wanita yang tidak ingin mempertahankan masa subur mereka saat (i) perkembangan hiperplasia atipikal terjadi selama follow up, atau (ii) tidak ada regresi histologis hiperplasia meskipun 12 bulan pengobatan, atau (iii) ada kekambuhan hiperplasia endometrium setelah selesai pengobatan progestogen, atau (iv) ada persistensi gejala perdarahan, atau (v) wanita tersebut menolak untuk menjalani follow up atau tidak mematuhi perawatan medis.
§ Wanita pasca menopaus memerlukan manajemen bedah untuk hiperplasia endometrium non atipia yakni ditawarkan salpingo-ooforektomi bilateral bersamaan dengan total histerektomi.
§ Bagi wanita pramenopause, keputusan untuk pengambilan indung telur harus dilakukan secara individual; namun, salpingektomi bilateral harus dipertimbangkan karena hal ini dapat mengurangi risiko keganasan ovarium di masa depan.
§ Laparoskopi untuk tindakan histerektomi total lebih baik daripada tindakan pembedahan abdomen terkait dengan perawatan di rumah sakit yang lebih pendek, nyeri pasca operasi yang lebih pendek dan pemulihan yang lebih cepat.
§ Ablasi endometrium tidak dianjurkan untuk pengobatan hiperplasia endometrium karena dapat terjadi kerusakan endometrium yang persisten.
Penatalaksanaan Hiperplasia Endometrium Atipik (RCOG, 2016)
Inisial Management pada Hiperplasia Atipi
§ Wanita dengan hiperplasia atipi harus dilakukan total histerektomi dikarenakan resiko nya untuk terjadi keganansan sampai dengan progresinya menjadi kanker.
§ Pendekatan dengan laparoskopi untuk histerektomi total lebih baik daripada hanya dengan pemeriksaan imaging abdomen, hal ini juga berhubungan dengan durasi pasien untuk tinggal di rumah sakit dan pemulihan pasca operasi yang lebih cepat.
§ Wanita postmenopause dengan hiperplasia atipi harus ditawarkan tindakan bilateral ooforektomi bersama dengan total histerektomi
§ Pada wanita premmenopause dengan hiperplasia atipi bisa ditawarkan untuk pengangkatan ovarium, akantetapi, salpingektomi bilateral harus dipertimbangkan karena dapat mengurangi resiko keganasan ovarium di kemudian hari.
§ Ablasia endometrium tidak direkomendasikan karena dapat terjadi destruksi endometrium yang komplit dan persisten dan pembentukan adhesi intrauterina dapat menghalangi pengamatan histologi endrometrium.
Management Wanita dengan Hiperplasia Atipi yang Ingin Mempertahankan Fertilitas
§ Wanita yang mengharapkan fertilitas mereka harus diberikan edukasi mengenai resiko untuk menjadi keganasan dan pprogresi menjadi kanker endometrium
§ Pemeriksaan histopatologi, imaging, dan tumor marker harus selalu di ulang pada saat kontrol dan perencanaan untuk management selanjutnya
§ LNG IUS tetap menjadi terapi pilihan utama yang direkomendasikan dan oral progestogen sebagai alternatif terbaik kedua.
§ Ketika fertilitas sudah tidak diperlukan, hiterektomi ditawarkan karena melihat resiko tingginya relaps
Management pada Wanita dengan Hiperplasia Endomentrium Atipi
§ Pegawasan rutin endometrium yakni dengan endometrial biopsi. Untuk jadwal kunjungan dapat disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Pemeriksaan dilakukan dalam interval 3 bulan beturut-turut sampai dua dua biopsi didapatkan hasil negatif berturut-turut.
§ Pada wanita dengan tanpa gejala, pemeriksaan histologi dilakukan untuk membuktikan adanya regresi penyakit. Dilakukan minimal dua biopsi endometrium dengan hasil negatif berturut-turut. Dianjuran untuk follow up jangka panjang dengan dilakukan biopsi setiap 6-12 bulan sampai dilakukan tindakan histerektomi.
Management pada wanita dengan hiperplasia endometrium yang menginginkan
kehamilan
§ Regresi penyakit harus tercapai setidaknya satu kali pemeriksaan sample endometrium.
§ Wanita yang menginkan kehamilan sebaiknya dirujuk ke spesialis fertility untuk mendiskusikan pilihan terapi terkait pemilihan konsepsi, pemilihan lebih lanjut dan penatalaksanaan lebih lanjut.
§ Regresi endometrial hiperplasi harus tercapai terlebih dahulu terkait dengan keberhasilan implantasi pada kehamilan.
Royal College of
Obstetricians & Gynaecologists; Management of Endometrial Hypperplasia.
Green-top Guideline No 67; February 2016