· Etika dan Moral:
Etika (Inggris, ethics) berasal dari kata Yunani (ethikos, ethos) yang berarti adat, kebiasaan, praktik (Inggris : customs). Moral berasal dari kata latin, (moralis, mos, mori) yang berarti adat, istiadat, kebiasaan, cara tingkah laku, kelakukan dan mores yang berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, cara hidup.
Secara sederhana etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’, ’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’ dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang lain. Dengan kata lain etika adalah ilmu tentang moralitas (ilmu yang mempelajari bagaimana moralitas itu dilakukan/diprakktekakkan)
Karena etika berhubungan dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang diambil oleh manusia maka etika merupakan bidang kajian yang sangat luas dan kompleks dengan berbagai cabang dan subdevisi.
Etika kedokteran, salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan masalah-masalah moral yang timbul dalam praktek pengobatan. Etika kedokteran sangat terkait namun tidak sama dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul karena perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Bioetika juga berbeda dengan etika kedokteran karena tidak memerlukan penerimaan dari nilai tradisional tertentu dimana hal tersebut merupakan hal yang mendasar dalam etika kedokteran.
Sebagai suatu disiplin ilmu, etika kedokteran telah mengembangkan ragam kata tersendiri termasuk beberapa istilah yang dipinjam dari filsafat.
· Asas-asas etika :
Menurut perkembangan etika kedokteran, asas etika dapat diabgi menjadi dua, yakni asas etika kedokteran tradisional yang dibangun di atas landasan teori-teori etika klasik terutama yang menjadi muatan dalam sumpah hippokrates dan asas etika kedokteran kontemporer yang dibangun dengan landasan teori etika kontemporer dan tradisional serta dipengaruhi oleh perubahan yang luar biasa berbagai aspek kehidupan manusia di seluruh dunia setelah perang dunia ke-2. Perubahan besar yang terjadi dalam bidang politik, ketatanegaraan, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi informasi, hak asasi manusia, gaya hidup, dan sebagainya.
Asas-asas etika medis tradisional antara lain :
a. Asas beneficence
Adalah kewajiban untuk melakukan perbuatan baik (menolong) seseorang tetapi tidak mencelakakan diri sendiri dengan semangat tanpa pamri (alturisme), contoh :
• Merawat dan mengobati penyakit AIDS
• Tidak dapat renang menolong orang tenggelam
b. Asas nonmaleficence (primum non nocere)
Adalah kewajiban untuk tidak melakukan hal-hal buruk atau merugikan terhadap manusia. Asas ini merupakan kewajiban untuk tidak menimbulkan mudharat yang dalam bahasa latin dinyatakan sebagai primum non nocere (pertama-tama tidak berbuat salah). Terkait dengan kepentingan pasien, asas ini memberikan kewajiban untuk tidak menimbulkan cidera atau hal buruk pada pasien.
Asas beneficence dan nonmaleficence dalam konteks pelayana nkepada pasien adalah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya bertujuan melakukan yang baik sekaligus mencegah atau menghilangkan yang buruk dan cidera pasien. Seakan-akan kedua asas tersebut adalah dua sisi mata uang yang sama, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Dalam ajaran Islam, dua asas itu dapat dianalogikan (serupa tapi tak sama) dalam kalimat “amar ma’ruf (beneficence) nahi mungkar (nonmaleficence)”.
c. Asas menghormati hidup
d. Asas menjaga kerahasiaan (konfiidensialitas)
e. Asas kejujuran (veracity)
f. Asas budi pekerti dan tingkah laku luhur
Asas etika medis kontemporer antara lain :
a. Asas menghormati otonomi pasien
Otonomi adalah hak untuk memutuskan sendiri dalam hal-hal yang menyangkut diri sendiri. Hak pasien untuk mengambil keputusan dan menentukan sendiri tentang kesehatan, kehidupan dan malahan secara ekstrim tentang kematiannya. Ini berlawanan dengan budaya tradisional “hippokrates”, di mana umumnya dokterlah yang menentukan apa yang dianggapnya paling baik untuk pasien.
b. Asas keadilan (justice)
Keadilan dalam pelayanan kesehatan berarti perlakuan yang sama pada kasus (situasi) yang sama tanpa melihat latar belakang seseorang. Keadilan adalah salah satu pilar utama kehidupan demokrasi. Asas ini lahir dari hak asasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk mendapat pelayanan kesehatan adil, karena kesehatan adalah hak sama bagi tiap warga negara. Hak ini di Indonesia di jamin dalam amandemen UUD tahun 1945.
c. Asas berkata benar (truth telling)
Salah satu ciri hunungan dokter pasien adalah hubungan kepercanyaan dan kepercanyan ini harus timbal balik. Di masa lalu, dokter tidak selalu berkata benar dalam arti sejujurnya mengatakan kepada pasien tentang keadaan dirinya dengan dalih untuk melindungi pasien dari informasi yang membuat pasien resah dan panik. Dokter sering melakukan apa yang disebut “dusta paternalistik”, sebagaiman seorang ayah yang berdusta (atau menutupi sebagian kebenaran) terhadap anak untuk melindungi anaknya sendiri.
Di negara industri, pasien umummnya menuntut dokter berkata benar dan sejujurnya tentang kondisi dan prognosis penyakit atau kelainan yang ditemukan pada pasien. Ini adalah bagian dari hak asasi manusi yaitu hak atas informasi tentang dirinya. Ini bertentangan dengan budaya paternalistik Hipokrates yang mengajarkan supaya dokter tidak terbukanya terhadap pasien.
Pengertian tentang norma, etika dan etika kedokteran itu?
Dari setiap kasus dalam profesi kedokteran mengandung refleksi etis. Kasus-kasus tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai pembuatan keputusan dan tindakan dokter bukan dari segi ilmiah ataupun teknis seperti bagaimana menangani diabetes ataupun bagaimana melakukan operasi double bypass, namun pertanyaan yang muncul adalah mengenai nilai, hak-hak, dan tanggung jawab. Dokter akan menghadapi pertanyaan-pertanyaan ini sesering dia menghadapi pertanyaan ilmiah maupun teknis.
Di dalam praktek kedokteran, tidak peduli apakah spesialisasinya maupun tempat kerjanya, beberapa pertanyaan lebih mudah dijawab dibandingkan pertanyaan lain. Melakukan reposisi fraktur simpel dan melakukan penjahitan luka robek simpel hanyamemberi sedikit tantangan kepada dokter yang sudah terbiasa melakukan prosedur tersebut. Namun di pihak lain dapat saja ada ketidakpastian dan ketidaksetujuan yang besar mengenai penanganan suatu penyakit, walaupun untuk penyakit yang sangat umum seperti TBC dan hipertensi. Walaupun demikian, pertanyaan-pertanyaan etis di dalam pengobatan tidaklah selalu menantang. Beberapa relatif mudah dijawab, terutama karena sudah ada konsensus bagaimana menghadapi situasi tersebut dengan benar (sebagai contoh, dokter harus selalu menanyakan ijin pasien sebagai subjek penelitian). Pertanyaan lain lebih sulit, terutama jika belum ada konsensus yang disepakati atau jika semua alternatif memiliki kekurangan (sebagai contoh, menentukan rasio sumber daya pelayanan medis yang jarang/langka).
Jadi apakah sebenarnya etika itu dan bagaimanakah etika dapat menolong dokter berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu? Secara sederhana etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’, ’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’ dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’), ’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu cara diantara pilihan cara yang lain.
Karena etika berhubungan dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang diambil oleh manusia maka etika merupakan bidang kajian yang sangat luas dan kompleks dengan berbagai cabang dan subdevisi. Fokus dari Buku Panduan ini adalah etika kedokteran, salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan masalah-masalah moral yang timbul dalam praktek pengobatan. Etika kedokteran sangat terkait namun tidak sama dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul karena perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Bioetika juga berbeda dengan etika kedokteran karena tidak memerlukan penerimaan dari nilai tradisional tertentu dimana hal tersebut merupakan hal yang mendasar dalam etika kedokteran.
Sebagai suatu disiplin ilmu, etika kedokteran telah mengembangkan ragam kata tersendiri termasuk beberapa istilah yang dipinjam dari filsafat.
Bagaimanakah seseorang menetukan sesuatu itu etis?
Setiap orang bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mengambil keputusan etis dan dalam mengimplementasikannya.Bagi dokter secara pribadi dan mahasiswa kedokteran, etika kedokteran tidak hanya terbatas pada rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan oleh WMA atau organisasi kesehatan yang lain karena rekomendasi tersebut sifatnya sangat umum dan setiap orang harus memutuskan apakah hal itu dapat diterapkan pada situasi yang sedang dihadapi atau tidak dan terlebih lagi banyak masalah etika yang muncul dalam praktek medis yang belum ada petunjuk bagi ikatan dokter. Setiap orang bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mengambil keputusan etis dan dalam mengimplementasikannya.
Ada berbagai cara berbeda dalam pendekatan masalah-masalah etika yang secara kasar dapat dibagi menjadi dua kategori: rasional dan non-rasional. Penting untuk mengingat bahwa non-rasional bukan berarti irrasional namun hanya dibedakan dari sistematika, dan alasan yang dapat digunakan dalam mengambil keputusan.
Pendekatan-pendekatan non-rasional:
• Kepatuhan merupakan cara yang umum dalam membuat keputusan etis, terutama oleh anak-anak dan mereka yang bekerja dalam struktur kepangkatan (militer, kipolisian, beberapa organisasi keagamaan, berbagai corak bisnis). Moralitas hanya mengikuti aturan atau perintah dari penguasa tidak memandang apakah anda setuju atau tidak.
• Imitasi serupa dengan kepatuhan karena mengesampingkan penilaian seseorang terhadap benar dan salah dan mengambil penilaian orang lain sebagai acuan karena dia adalah panutan. Moralitas hanya mengikuti contoh yang diberikan oleh orang yang menjadi panutan. Ini mungkin cara yang paling umum mempelajari etika kedokteran, dengan panutannya adalah konsultan senior dan cara belajar dengan cara mengobservasi dan melakukan asimilasi dari nilai-nilai yang digambarkan.
• Perasaan atau kehendak merupakan pendekatan subjektif terhadap keputusan da perilaku moral yang diambil. Yang dianggap benar adalah apa yang dirasakan benar atau dapat memuaskan kehendak seseorang sedangkan apa yang salah adalah yang dirasakan salah atau tidak sesuai dengan kehendak seseorang. Ukuran moralitas harus ditemukan di dalam setiap individu dan tentu saja akan sangat beragam dari satu orang ke orang lain, bahkan dalam individu itu sendiri dari waktu ke waktu.
• Intuisi merupakan persepsi yang terbentuk dengan segera mengenai bagaimana bertindak di dalam sebuah situasi tertentu. Intuisi serupa dengan kehendak dimana sifatnya sangat subjektif, namun berbeda karena intuisi terletak pada pemikiran dibanding keinginan. Karena itu intuisi lebih dekat kepada bentuk rasional dari keputusan etis yang diambil dari pada kepatuhan, imitasi, perasaan, dan kehendak. Meskipun begitu, intuisi sistematis ataupun penuh pemikiran namun hanya sebatas mengarahkan keputusan berdasarkan apa yang terbersit dalam pikiran saat itu. Seperti halnya perasaan dan kehendak, intuisi dapat bervariasi dari setiap individu, dan bahkan dari individu itu sendiri.
• Kebiasaan merupakan metode yang sangat efisien dalam mengambil keputusan moral karena tidak diperlukan adanya pengulangan proses pembuatan keputusan secara sistematis setiap masalah moran muncul dan sama dengan masalah yang pernah dihadapi Meskipun begitu ada kebiasaan yang buruk (seperti berbohong) dan juga kebiasaan baik (seperti mengatakan dengan jujur) terlebih lagi ada berbagai keadaan yang sepertinya serupa namun tetap membutuhkan keputusan yang sangat berbeda. Walaupun kebiasaan ini sangat berguna, namun kita tidak boleh terlalu mengandalkannya.
Pendekatan rasional:
Seperti juga kajian moralitas etika mengakui keumumam pendekatan-pendekatan non-rasional tersebut dalam pengambilan keputusan dan perilaku. Meskipun demikian etika lebih terfokus kepada pendekatan-pendekatan rasional. Keempat pendekatan tersebut adalah deontologi, konsekuensialisme, prinsiplisme, dan etika budi pekerti:
• Deontologi melibatkan pencarian aturan-aturan yang terbentuk dengan baik yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan keputusan moral seperti ”perlakukan manusia secara sama”. Dasarnya dapat saja agama (seperti kepercayaan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan adalah sama) atau juga non-religius (seperti manusia memiliki gen-gen yang hampir sama). Sekali aturan ini terbangun maka hal tersebut harus diterapkan dalam situasi ilmiah, dan akan sangat mungkin terjadi perbedaan aturan mana yang diperlukan (seperti apakah aturan bahwa tidak boleh membunuh orang lain atau hukuman yang menjadi dasar larangan aborsi).
• Konsekuensialisme mendasari keputusan etis yang diambil karena merupakan cara analsis bagaimana konsekuensi atau hasil yang akan didapatkan dari berbagai pilihan dan tindakan. Tindakan yang benar adalah tindakan yang memberikan hasil yang terbaik. Tentunya ada berbagai perbedaan mengenai batasan hasil yang terbaik. Salah satu bentuk konsekuensialisme yang sangat dikenal adalah utilitarianisme, menggunakan ’utility’ untuk mengukur dan menentukan mana yang memberikan hasil yang paling baik diantara semua pilihan yang ada. Ukuran-ukuran outcome yang digunakan dalam pembuatan keputusan medis antara lain cost-effectiveness dan kualitas hidup diukur sebagai QALYs (quality-adjusted life-years) atau DALYs (disablility-adjusted life-years). Pendukung teori ini umumnya tidak banyak menggunakan prinsip-prinsip karena sangat sulit mengidentifikasi, menentukan prioritas dan menerapkannya dan dalam suatu kasus mereka tidak mempertimbangkan apakah yang sebenarnya penting dalam pengambilan keputusan moral seperti hasil yang ingin dicapai. Karena mengesampingkan prinsip prinsip maka konsekuensialisme sangat memungkinkan timbulnya pernyataan bahwa ”hasil yang didapat akan membenarkan cara yang ditempuh” seperti hak manusia dapat dikorbankan untuk mencapai tujuan sosial.
• Prinsiplisme, seperti yang tersirat dari namanya, mempergunakan prinsip-prinsip etik sebagai dasar dalam membuat keputusan moral. Prinsip-prinsip tersebut digunakan dalam kasus-kasus atau keadaan tertentu untuk menentukan hal yang benar yang harus dilakukan, dengan tetap mempertimbangkan aturan dan konsekuensi yang mungkin timbul. Prinsiplisme sangat berpengaruh dalam debat-debat etika baru-baru ini terutama di Amerika. Keempat prinsip dasar, penghargaan otonomi, berbuat baik berdasarkan kepentingan terbaik dari pasien, tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti pasien serta keadilan merupakan prinsip dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan etik di dalam praktek medis. Prinsip-prinsip tersebut jelas memiliki peran yang penting dalam pengambilaan keputusan rasional walaupun pilihan terhadap keempat prinsip tersebut dan terutama prioritas untuk menghargai otonomi di atas yang lain merupakan refleksi budaya liberal dari Barat dan tidak selalu universal. Terlebih lagi keempat prinsip tersebut sering kali saling bergesekan di dalam situasi tertentu sehingga diperlukan beberapa kriteria dan proses untuk memecahkan konflik tersebut.
• Etika budi pekerti kurang berfokus kepada pembuatan keputusan tetapi lebih kepada karakter dari si pengambil keputusan yang tercermin dari perilakunya. Nilai merupakan bentuk moral unggul. Seperti disebutkan di atas, satu nilai yang sangat penting untuk dokter adalah belas kasih. Yang lain termasuk kejujuran, bijak, dan dedikasi. Dokter dengan nilai-nilai tersebut akan lebih dapat membuat keputusan yang baik dan mengimplementasikannya dengan cara yang baik juga. Namun demikian, ada juga bahkan orang yang berbudi tersebut sering merasa tidak yakin bagaimana bertindak dalam keadaan tertentu dan tidak terbebas dari kemungkinan mengambil keputusan yang salah.
Tidak satupun dari empat pendekatan ini, ataupun pendekatan yang lain dapat mencapai persetujuan yang universal. Setiap orang berbeda dalam memilih pendekatan rasional yang akan dipilih dalam mengambil keputusan etik seperti juga orang yang lebih memilih pendekatan yang non-rasional. Hal ini dikarenakan setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri. Mungkin dengan mengkombinasikan keempat pendekatan tersebut maka akan didapatkan keputusan etis yang rasional. Namun harus diperhatikan arturan dan prinsip-prinsip dengan cara mengidentifikasi pendekatan mana yang paling sesuai untuk situasi yang baru dihadapi dan juga dalam mengimplementsikan sebaik mungkin. Harus juga dipikirkan mengenai konsekuensi dari keputusan altenatif dan konsekuensi mana yang akan diambil. Yang terakhir adalah mencoba memastikan bahwa perilaku si pembuat keputusan tersebut dalam membuat dan mengimplementasikan keputusan yang sudah diambil juga baik. Proses yang dapat ditempuh adalah:
1. Tentukan apakah masalah yang sedang dihadapai adalah masalah etis.
2. Konsultasi kepada sumber-sumber kewenangan seperti kode etik dan kebijakan ikatan dokter serta kolega lain untuk mengetahui bagaimana dokter biasanya berhadapan dengan masalah tersebut.
3. Pertimbangkan solusi alternatif berdasarkan prinsip dan nilai yang dipegang serta konsekuensinya.
4. Diskusikan usulan solusi anda dengan siapa solusi itu akan berpengaruh.
5. Buatlah keputusan dan lakukan segera, dengan tetap memperhatikan orang lai yang terpengaruh.
6. Evaluasi keputusan yang telah diambil dan bersiap untuk bertindak berbeda pada kesempatan yang lain.
Etika bersifat pluralistik. Setiap orang memiliki perbedaan terhadap penilaian benar atau salah bahkan jika ada persamaan bisa saja hal tersebut berbeda dalam alasannya. Di beberapa masyarakat, perbedaan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang normal dan ada kebebasan besar bagi seseorang untuk melakukan apa yang dia mau, sejauh tidak melanggar hak orang lain. Namun di dalam masyarakat yang lebih tradisional, ada persamaan dan persetujuan pada etika dan ada tekanan sosial yang lebih besar, kadang bahkan didukung oleh hukum, dalam bertindak berdasarkan ketentuan tertentu. Dalam masyarakat tersebut budaya dan agama sering memainkan peran yang dominan dalam menentukan perilaku yang etis.
Jawaban terhadap pertanyaan, ”siapakah yang menentukan sesuatu itu etis untuk seseorang secara umum?” karena itu bervariasi dari satu masyarakat dibanding masyarakat yang lain dan bahkan dalam satu masyarakat sendiri. Dalam masyarakat liberal, setiap individu memiliki kebebasan yang besar dalam menentukan bagi dirinya sendiri apakah yang etis, walaupun sepertinya mereka akan sangat dipengaruhi oleh keluarga, teman, agama, media, dan sumbersumber eksternal lain yang mereka dapat. Dalam masyarakat yang lebih tradisional, keluarga dan garis keturunan, pemimpin agama, dan tokoh politik biasanya memiliki peran lebih besar dalam menentukan apa yang etis dan tidak etis bagi seseorang.
Terlepas dari perbedaan ini, sepertinya sebagian besar manusia setuju dengan beberapaprinsip fundamental dari etika, sebut saja, hak asasi manusia yang dinyatakan dalam United Nations Universal Declaration of Human Rights serta dokumen lain yang telah diterima dan tertulis secara resmi. Hak-hak asasi manusia yang terutama penting dalam etika kedokteran adalah hak untuk hidup, bebas dari deskriminasi, bebas dari siksaan dan kekejaman, bebas dari perlakuan yang tidak manusiawi dan tidak pantas, bebas beropini dan berekspresi, persamaan dalam mendapatkan pelayanan umum di suatu negara, dan pelayanan medis.
Bagi dokter, pertanyaan ”siapakah yang menentukan sesuatu etis atau tidak?” sampai saat ini memiliki jawaban yang berbeda-beda dari apa yang etis untuk orang secara umum. Selama berabad-abad profesi kesehatan telah mengembangkan standar perilakunya sendiri untuk anggotanya, yang tercermin dalam kode etik dan dokumen kebijakan yang terkait. Dalam tingkatan yang global, WMA telah menetapkan pernyataan etis yang sangat luas yang mengatur perilaku yang diharuskan dimiliki oleh dokter tanpa memandang dimana dia berada dan melakukan praktek. Banyak ikatan dokter di suatu negara (jika tidak sebagian besar)
bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pelaksanaan standar etis yang aplikatif. Standar tersebut mungkin memiliki status legal, tergantung pendekatan negara tersebut terhadap hukum praktek medis. Meskipun demikian, kehormatan profesi kedokteran, karena dapat menentukan standar etika untuk dirinya sendiri, tidaklah absolut. Sebagai contoh:
• Dokter akan selalu dihadapkan pada hukum yang berlaku dimana dia berada dan kadang dihukum karena melanggar hukum.
• Beberapa organisasi kesehatan sangat kuat dipengaruhi oleh ajaran agama, yang mengakibatkan adanya kewajiban tambahan terhadap anggotanya selain kewajiban dokter secara umum.
• Di banyak negara organisasi yang menetapkan standar bagi perilaku dokter dan memonitor kepatuhan, mereka memiliki anggota yang berpengaruh yang bukan dokter.
Instruksi etis resmi dari suatu ikatan dokter secara umum sama, mereka tidak selalu dapat diterapkan di setiap situasi yang mungkin dihadapi dokter dalam praktek medis mereka. Di dalam kebanyakan situasi, dokter harus memutuskan untuk dirinya sendiri apakah yang benar untuk dilakukan, namun dalam mengambil keputusan tersebut, akan sangat membantu jika mereka mengetahui apa yang dilakukan dokter lain dalam situasi yang sama. Kode etik dokter dan kebijakan yang berlaku merupakan konsensus umum bagaimana seorang dokter harus bertindak dan harus diikuti kecuali ada alasan yang lebih baik mengapa harus melanggarnya
Teori etika, asas etika dalam kedokteran
Menurut perkembangan etika kedokteran, asas etika dapat diabgi menjadi dua, yakni asas etika kedokteran tradisional yang dibangun di atas landasan teori-teori etika klasik terutama yang menjadi muatan dalam sumpah hippokrates dan asas etika kedokteran kontemporer yang dibangun dengan landasan teori etika kontemporer dan tradisional serta dipengaruhi oleh perubahan yang luar biasa berbagai aspek kehidupan manusia di seluruh dunia setelah perang dunia ke-2. Perubahan besar yang terjadi dalam bidang politik, ketatanegaraan, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi informasi, hak asasi manusia, gaya hidup, dan sebagainya.
Asas-asas etika medis tradisional antara lain :
a. Asas beneficence
Adalah kewajiban untuk melakukan perbuatan baik (menolong) seseorang tetapi tidak mencelakakan diri sendiri dengan semangat tanpa pamri (alturisme), contoh :
• Merawat dan mengobati penyakit AIDS
• Tidak dapat renang menolong orang tenggelam
b. Asas nonmaleficence (primum non nocere)
Adalah kewajiban untuk tidak melakukan hal-hal buruk atau merugikan terhadap manusia. Asas ini merupakan kewajiban untuk tidak menimbulkan mudharat yang dalam bahasa latin dinyatakan sebagai primum non nocere (pertama-tama tidak berbuat salah). Terkait dengan kepentingan pasien, asas ini memberikan kewajiban untuk tidak menimbulkan cidera atau hal buruk pada pasien.
Asas beneficence dan nonmaleficence dalam konteks pelayana nkepada pasien adalah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya bertujuan melakukan yang baik sekaligus mencegah atau menghilangkan yang buruk dan cidera pasien. Seakan-akan kedua asas tersebut adalah dua sisi mata uang yang sama, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Dalam ajaran Islam, dua asas itu dapat dianalogikan (serupa tapi tak sama) dalam kalimat “amar ma’ruf (beneficence) nahi mungkar (nonmaleficence)”.
c. Asas menghormati hidup
d. Asas menjaga kerahasiaan (konfiidensialitas)
e. Asas kejujuran (veracity)
f. Asas budi pekerti dan tingkah laku luhur
Asas etika medis kontemporer antara lain :
a. Asas menghormati otonomi pasien
Otonomi adalah hak untuk memutuskan sendiri dalam hal-hal yang menyangkut diri sendiri. Hak pasien untuk mengambil keputusan dan menentukan sendiri tentang kesehatan, kehidupan dan malahan secara ekstrim tentang kematiannya. Ini berlawanan dengan budaya tradisional “hippokrates”, di mana umumnya dokterlah yang menentukan apa yang dianggapnya paling baik untuk pasien.
b. Asas keadilan (justice)
Keadilan dalam pelayanan kesehatan berarti perlakuan yang sama pada kasus (situasi) yang sama tanpa melihat latar belakang seseorang. Keadilan adalah salah satu pilar utama kehidupan demokrasi. Asas ini lahir dari hak asasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk mendapat pelayanan kesehatan adil, karena kesehatan adalah hak sama bagi tiap warga negara. Hak ini di Indonesia di jamin dalam amandemen UUD tahun 1945.
c. Asas berkata benar (truth telling)
Salah satu ciri hunungan dokter pasien adalah hubungan kepercanyaan dan kepercanyan ini harus timbal balik. Di masa lalu, dokter tidak selalu berkata benar dalam arti sejujurnya mengatakan kepada pasien tentang keadaan dirinya dengan dalih untuk melindungi pasien dari informasi yang membuat pasien resah dan panik. Dokter sering melakukan apa yang disebut “dusta paternalistik”, sebagaiman seorang ayah yang berdusta (atau menutupi sebagian kebenaran) terhadap anak untuk melindungi anaknya sendiri.
Di negara industri, pasien umummnya menuntut dokter berkata benar dan sejujurnya tentang kondisi dan prognosis penyakit atau kelainan yang ditemukan pada pasien. Ini adalah bagian dari hak asasi manusi yaitu hak atas informasi tentang dirinya. Ini bertentangan dengan budaya paternalistik Hipokrates yang mengajarkan supaya dokter tidak terbukanya terhadap pasien.
Alasan Harus Mempelajari Etika Kedokteran?
”Asalkan dokter memiliki pengetahuan dan terampil, maka etika tidak akan jadi
masalah”
”Etika itu dipelajari di dalam keluarga, tidak di sekolah kedokteran”
”Etika kedokteran dipelajari dengan mengamati bagaimana dokter senior bertindak,
bukan dari buku atau kuliah”
”Etika itu penting, tapi kurikulum kita sudah terlalu penuh dan tidak ada ruang untuk mengajarjkan etika”
Ini merupakan beberapa alasan umum yang dikemukakan untuk tidak memberikan pelajaran etika mempunyai peran yang besar dalam kurikulum sekolah pendidikan dokter. Sebagian, hanya sebagian saja, yang valid. Secara bertahap sekolah-sekolah pendidikan dokter di dunia mulai menyadari bahwa mereka perlu membekali mahasiswanya dengan sumber dan waktu yang cukup untuk belajar etika.
Etika merupakan dan akan selalu menjadi komponen yang penting dalam praktek pengobatan. Prinsip-prinsip etika seperti menghargai orang, tujuan yang jelas dan kerahasiaan merupakan dasar dalam hubungan dokter-pasien. Walaupun begitu, penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam situasi khusus sering problematis, karena dokter, pasien, keluarga mereka, dan profesi kesehatan lain mungkin tidak setuju dengan tindakan yang sebenarnya benar dilakukan dalam situasi tersebut. Belajar etika akan menyiapkan mahasiswa kedokteran untuk mengenali situasi-situasi yang sulit dan melaluinya dengan cara yang benar sesuai prinsip dan rasional. Etika juga penting dalam hubungan dokter dengan masyarakat dan kolega mereka dan dalam melakukan penelitian kedokteran.
Belajar etika akan menyiapkan mahasiswa kedokteran untuk mengenali situasi-situasi yang sulit dan melaluinya dengan cara yang benar sesuai prinsip dan rasional.
Apakah Etika Kedokteran Berubah?
Hanya ada sedikit keraguan bahwa beberapa aspek etika kedokteran telah berubah. Sampai saat ini dokter memiliki hak dan tugas untuk memutuskan bagaimana pasien harus diobati dan tidak ada keharusan mendapatkan ijin tertulis pasien. Berbeda dengan versi WMA Declaration on the Right of the Patient tahun 1995 dimulai dengan kalimat: “Hubungan antara dokter, pasien mereka, dan masyarakat yang lebih luas telah mengalami perubahan yang nyata saat ini. Walaupun seorang dokter harus selalu bertindak benar menurut pemikirannya, dan selalu berdasarkan kepentingan terbaik dari pasien, usaha yang sama jugaharus tetap dilakukan dalam menjamin otonomi dan keadilan pasien”. Saat ini orang-orang
mulai berfikir bahwa diri mereka sendiri merupakan penyedia kesehatan utama bagi mereka sendiri dan bahwa peran dokter adalah bertindak sebagai konsultan dan instruktur. Walaupun penekanan terhadap perawatan sendiri ini jauh dari keumuman, namun sepertinya terus menyebar dan menggejala dalam perkembangan hubungan pasien-dokter yang memunculkan kewajiban etik yang berbeda bagi dokter dibanding sebelumnya.
Hingga akhir-akhir ini dokter umumnya menganggap diri mereka sendiri bertanggung jawab terhadap diri sendiri, kepada kolega profesi kesehatan mereka, dan terhadap agama yang dianut, kepada Tuhan. Saat ini, mereka memiliki tanggung jawab tambahan – terhadap pasien mereka, kepada pihak ketiga seperti rumah sakit, organisasi yang mengambil keputusan medis terhadap pasien, kepada pemegang kebijakan dan perijinan praktek, dan bahkan sering kepada pengadilan. Berbagai tanggung jawab yang berbeda ini dapat saling bertentangan satu sama
lain, yang akan terlihat dalam bahasan loyalitas ganda .
Etika kedokteran juga telah berubah dengan cara yang lain. Keterlibatan dalam aborsi dilarang dalam kode etik dokter sampai beberapa saat yang lalu, namun sekarang dapat ditoleransi dalam kondisi tertentu oleh profesi kesehatan di beberapa negara. Sedangkan dalam etika kedokteran tradisional dokter hanya bertanggung jawab terhadap pasien mereka secara pribadi, saat ini umumnya orang setuju bahwa dokter juga harus mempertimnbangkan kebutuhan masyarakat, contohnya dalam mengalokasikan sumber-sumber pelayanan medis yang terbatas.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi medis memunculkan masalah etis baru yang tidak dapat dijawab oleh etika kedokteran tradisional. Reproduksi buatan, genetika, informatika kesehatan serta teknologi perbaikan kehidupan dan teknologi untuk memperpanjang kehidupan, kesemuanya memerlukan keterlibatan dokter, sangat berpotensi menguntungkan pasien namun juga sangat berpotensi merugikan pasien tergantung bagaimana menerapkannya. Untuk membantu bagaimana memutuskan dan dalam kondisi apa dokter dapat melakukan hal tersebut, ikatan dokter harus menggunakan metode analisis yang berbeda tidak hanya berdasarkan kode etik yang telah ada.
Selain perubahan dalam etika kedokteran yang jelas memang terjadi, sudah ada persetujuan diantara dokter bahwa nilai fundamental dan prinsip-prinsip etis tidaklah, dan memang seharusnya tidak berubah. Karena tidak bisa dihindari bahwa manusia akan selalu memiliki masalah kesehatan, mereka akan terus memerlukan dokter-dokter yang otonom, kompeten, dan berbelas kasih untuk merawat mereka.
Apakah Etika Kedokteran Berbeda di Setiap Negara?
Sebagaimana etika kedokteran dapat dan memang berubah sejalan dengan waktu, dalam merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi medis dan juga nilai-nilai sosial, maka etika kedokteran memang bervariasi dari satu negara dengan negara yang lain tergantung faktot-faktor tersebut. Suatu contoh pada kasus euthanasia, terdapat perbedaan yang nyata terhadap opini dari ikatan dokter di setiap negara. Beberapa organisasi mengutuknya, sedangkan Ikatan Dokter Kerajaan Belanda memperbolehkannya dalam kondisi tertentu. Demikian juga yang berhubungan dengan kesempatan memperoleh pelayanan medis, beberapa ikatan dokter disuatu negara mendukung persamaan hak untuk semua warga negara, sedangkan di negara lain mentoleransi ketidaksamaan hak memperoleh pelayanan kesehatan bagi warganya. Di beberapa negara ada ketertarikan yang besar terhadap masalah-masalah etik yang muncul karena adanya kemajuan teknologi pengobatan sedangkan di negara yang tidak memiliki akses terhadap teknologi tersebut, masalah-masalah etik tentu tidak muncul. Dokter-dokter di beberapa negara cukup yakin bahwa mereka tidak akan ditekan oleh pemerintah untuk melakukan sesuatu yang tidak etis namun di negara lain ”WMA telah menjalankan peran dalam membangun standar umum etika kedokteran yang dapat diterapkan di seluruh dunia.” mungkin akan sulit bagi mereka memenuhi kewajiban etis, seperti menjaga kerahasiaan pasien jika berhadapan dengan polisi atau permintaan angkatan bersenjata untuk melaporkan adanya jejas/luka yang mencurigakan pada seorang pasien.
Walaupun perbedaan ini terlihat sangat nyata, persamaan yang ada jauh lebih besar lagi. Dokter-dokter di seluruh dunia memiliki banyak persamaan, dan ketika mereka berhimpun bersama dalam suatu organisasi seperti WMA mereka biasanya akan mencapai suatu kesepakatan mengenai masalah-masalah etik yang kontroversial, walaupun kadang harus melewati debat yang panjang. Nilai pokok dari etika kedokteran, seperti belas kasih, kompetensi, dan otonomi, bersamaan dengan pengalaman dan ketrampilan di semua bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh dokter memberikan dasar dalam menganalisa masalah masalah etik dalam pengobatan dan memunculkan suatu solusi yang berdasarkan kepentingan terbaik bagi pasien secara pribadi dan warga negara serta kesehatan masyarakat secara umum.
0 comments:
Post a Comment