Kedokteran dan Kesehatan: intestinum
Showing posts with label intestinum. Show all posts
Showing posts with label intestinum. Show all posts

Saturday, August 13, 2016

APENDISITIS (USUS BUNTU)

APENDISITIS (USUS BUNTU)

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut local yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

G. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
·        Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik (Syamsuhidajat, 1997).
·        Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan Wilson, 2006).
·        Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal (Ahmadsyah dan Kartono, 1995).
Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.
Prognosis Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum ruptur dan antibiotik yang lebih baik.
Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik. lnfeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan (lebih jarang terjadi dengan insisi pemisahan otot). Abses intrabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses atau konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia.
Sumber Artikel
Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah
Kapan harus dioperasi
Bahkan penderita saat itu tidak bisa berjalan karena sakitnya, sehingga untuk mengatasi usus itu dari pecah, perlu operasi segera.
Apendicitis adalah radang pada begian usus berbentuk seperti tabung pendek yang buntu, panjang 7-10 cm, tumbuh pada sambungan usus besar dan usus halus. Biasanya berisi lemak dan tidak mempunyai fungsi khusus. Radang dapat terjadi karena tinja yang mengeras atau cacing pada usus. Dalam kondisi seperti itu harus segera mendapatkan penanganan dokter untuk operasi. Jika tidak segera di operasi, akan menyebabkan komplikasi yang serius di dalam tubuh.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan (Apendicitis kronis), tetapi banyak kasus yang memerlukan operasi dengan menyingkirkan usus buntu yang terinfeksi. Bila tidak di rawat dengan benar akan menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi. Hal itu terjadi karena infeksi yang menyeluruh pada isi perut (peritonitis) dan shock ketika usus yang terinfeksi hancur. Peradangan akibat infeksi pada usus buntu bisa mengakibatkan penanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal dari usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak diperut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya . Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir.
Pada mulut usus buntu bisa terjadi penyempitan atau penyumbatan yang menimbulkan timbunan lendir di dalam rongganya. Bila terjadi genangan lendir di situ, kuman di dalam usus besar bisa tumbuh cepat di sana. Bila peradangan itu pecah, maka kotoran manusia beserta kumannya menyebar ke rongga perut. Makanya, bila peradangan ini tidak di operasi bisa mengakibatkan kematian.






Thursday, August 11, 2016

Diare

 DIARE

1.    Bagaimana mekanisme terjadinya diare ?
2.    Bagaimana alur diagnosis diare akut ?
3.    Bagaimana tata laksana rehidrasi pada dehidrasi ?
4.    Apa edukasi untuk ortu yang anaknya diare baik diare ringan, sedang, maupun berat ?

1. Bagaimana mekanisme terjadinya diare ?
Buku Saku Dasar Patologis Penyakit
Patofisiologi
Patofisiologi dasar terjadinya diare adalah absorpsi yang berkurang dan atau sekresi yang meningkat. Adapun mekanisme yang mendasarinya adalah mekanisme sekretorik, mekanisme osmotik dan campuran.
Mekanisme sekretorik atau disebut juga dengan diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air danelektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi, bila absorpsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Kalau pada diare infeksi prinsip dasarnya adalah kemampuan bakteri mengeluarkan toksin-toksin yang bertindak sebagai reseptor untuk melekat pada enterosit, merusak membran enterosit dan kemudian menghancurkan membran enterosit, mengaktifkan enzim-enzim intraseluler sehingga terjadi peningkatan sekresi, sehingga terjadi diare sekresi. Tapi jika ada kerusakan enterosit, maka disamping diare sekresi juga dapat terjadi diare osmotik tergantung dari derajat kerusakannya.
Diare osmotik terjadi karena tidak dicernanya bahan makanan secara maksimal, akibat dari insufisiensi enzim. Makanan dicerna sebagian, dan sisanya akan menimbulkan beban osmotik intraluminal bagian distal. Hal ini memicu pergerakan cairan intravascular ke intraluminal, sehingga terjadi okumulasi cairan dan sisa makanan. Di kolon sisa makanan tersebut akan didecomposisi oleh bakteri-bakteri kolon menjadi asam lemak rantai pendek, gas hydrogen dan lain-lain. Adanya bahan-bahan makanan yang sudah didecomposisi ini menyebabkan tekanan osmotik intraluminal kolon akan lebih meningkat lagi, sehingga sejumlah cairan akan tertarik lagi ke intraluminal kolon sehingga terjadi diare osmotik.
Ada beberapa macam mekanisme yang mendasari terjadinya diare.
A. Terjadi peningkatan sekresi.
Hal ini biasanya disebabkan oleh zat yang merangsang terjadinya peningkatan sekresi, baik dari luar(misalnya toksin kolera) atau dari dalam (pada penyakit inklusi mikrovili kongenital). Pada diare jenis ini terjadi penurunan penyerapan dan peningkatan sekresi air dan transport elektrolit ke dalam usus. Fesesnya akan berupa cairan dengan osmolaritas yang normal (= 2x [Na + K]), dan tidak ditemukan adanya sel lekosit (sel darah putih). Contoh diare jenis ini adalah diare karena penyakit kolera, E. coli toxigenik, karsinoid, neuroblastoma, diare klorida kongenital, Clostridium difficile, dan cryptosporidiosis (AIDS). Diare jenis ini tidak akan berhenti meskipun penderita puasa.
B. Diare Osmotik
Diare jenis ini terjadi karena kita menelan makanan yang sulit diserap, baik karena memang makanan tersebut sulit diserap (magnesium, fosfat, laktulosa, sorbitol) atau karena terjadi gangguan penyerapan di usus (penderita defisiensi laktose yang menelan laktosa). Karbohidrat yang tidak diserap di usus ini akan difermentasi di usus besar, dan kemudian akan terbentuk asam lemak rantai pendek. Meskipun asam lemak rantai pendek ini dapat diserap oleh usus, tetapi jika produksinya berlebihan, akibatnya jumlah yang diserap kalah banyak dibandingkan jumlah yang dihasilkan, sehingga menyebabkan peningkatan osmolaritas di dalam usus. Peningkatan osmolaritas ini akan menarik air dari dalam dinding usus untuk keluar ke rongga usus. Akibatnya, terjadi diare cair yang bersifat asam, dengan osmolaritas yang tinggi (> 2x[Na + K]), tanpa disertai adanya leukosit di feses. Contoh diare jenis ini adalah diare pada penderita defisiensi enzym laktase yang mengkonsumsi makanan yang mengandung laktosa. Ciri diare jenis ini adalah diare akan berhenti jika penderita puasa (menghentikan memakan makanan yang menyebabkan diare tersebut).
C. Peningkatan gerak usus
Peningkatan gerak usus yang berlebihan akan mengakibatkan penurunan waktu transit makanan di usus. Infeksi usus dapat menyebabkan diare jenis ini. Feses yang terbentuk biasanya sedikit cair, lembek, sampai menyerupai bentuk feses normal dengan volume yang tidak terlalu besar. Contoh diare jenis ini adalah diare pada thyrotoksikosis dan sindrom iritasi saluran cerna.
D. Peningkatan gerak usus.
Diare ini terjadi karena terjadi gangguan neuromuskular, dapat disebabkan oleh pertumbuhan bakteri usus yang berlebihan. Feses yang dihasilkan biasanya sedikit cair, lembek, sampai menyerupai bentuk feses normal. Contoh diare jenis ini adalah pada keadaan pseudo-obstruksi.
E. Penurunan permukaan usus
Penurunan permukaan usus ini akan menyebabkan gangguan pergerakan dan osmolaritas usus. Feses pada diare ini berbentuk cair, dan untuk tata laksananya kadang membutuhkan penambahan nutrisi yang mungkin perlu diberikan secara parenteral. Contoh diare jenis ini adalah diare pada penyakit celiac dan enteritis karena rotavirus.
F. Terjadi invasi patogen mukosa usus
Invasi patogen pada mukosa usus akan menyebabkan reaksi peradangan, penurunan penyerapan di usus, dan peningkatan gerak usus. Feses yang dihasilkan biasanya disertai darah yang dapat dilihat dengan jelas (dengan mata telanjang) atau dengan bantuan mikroskop (terlihat adanya sel darah merah). Contoh diare jenis ini adalah diare yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonela, Shigela, Yersinia, Campylobacter, atau infeksi amuba.

E.    Mekanisme  Diare
bakteri atau toksin (racun) masuk → Intestinum Crassum → Intestinum Crassum yang semula mengabsorbsi air dan mineral berubah menjadi mensekresi air untuk mengencerkan kadar toksin yang ada dalam usus besar → feces menjadi cair → colon sigmoid → recktum → menyentuh Musculus Sphingterani Internus dan merangsang terjadinya defekasi. Namun Musculus Sphingterani Eksternus masih dapat menahan sehingga kita dapat menentukan kapan kita akan buang air besar. Dan ini terjadi terus menerus sampai toksin dalam Intestinum Crassum habis.

2. Bagaimana alur diagnosis diare akut ?

http://www.ichrc.org/51-anak-dengan-diare
international child review collaboration
 Anak dengan diare
Anamnesis
Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:
·         Diare
o    frekuensi buang air besar (BAB) anak
o    lamanya diare terjadi (berapa hari)
o    apakah ada darah dalam tinja
o    apakah ada muntah
·         Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
·         Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya
·         Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).

Pemeriksaan fisik
Cari:
·         Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
o    rewel atau gelisah
o    letargis/kesadaran berkurang
o    mata cekung
o    cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
o    haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.
·         Darah dalam tinja
·         Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
·         Tanda-tanda gizi buruk
·         Perut kembung.
Tidak perlu dilakukan kultur tinja rutin pada anak dengan diare.
Tabel 16. Bentuk klinis diare

DIAGNOSIS
DIDASARKAN PADA KEADAAN
Diare cair akut
·         Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang dari 14 hari
·         Tidak mengandung darah
Kolera
·         Diare air cucian beras yang sering dan banyak dan cepat menimbulkan dehidrasi berat, atau
·         Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi KLB kolera, atau
·         Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V. cholerae O1 atau O139
Disenteri
·         Diare berdarah (terlihat atau dilaporkan)
Diare persisten
·         Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare dengan gizi buruk
·         Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk (lihat Bab 7)
Diare terkait antibiotik (antibiotic associated diarrhea)
·         Mendapat pengobatan antibiotik oral spektrum luas
Invaginasi
·         Dominan darah dan lendir dalam tinja
·         Massa intra abdominal (abdominal mass)
·         Tangisan keras dan kepucatan pada bayi.

Diare akut

Menilai Dehidrasi
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/ sedang atau tanpa dehidrasi (lihat tabel 17 berikut) dan beri pengobatan yang sesuai.
Tabel 17. Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan Diare







4. Apa edukasi untuk ortu yang anaknya diare baik diare ringan, sedang, maupun berat ?  
Edukasi
Edukasi untuk pencegahan terulang dan terjadinya diare
Edukasi pada keluarga penderita sangatlah penting untuk pencegahan terjadinya diare yang berulang, bahkan ke arah terjadinya diare persisten maupun kronik. Pencegahan diare yang dilaksanakan dengan tepat, merupakan hal yang penting seperti halnya tatalaksana penderita dan mungkin satu-satunya cara menghindarkan kematian bila pengobatan belum tersedia.
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak; kebanyakan meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan perseorangan, kebersihan makan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu: 6,11
• Pemberian ASI
• Perbaikan makanan pendamping ASI
• Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan minum
• Cuci tangan
• Penggunaan jamban
• Pembuangan tinja bayi yang aman
• Imunisasi campak

Menanggulangi Penyakit Penyerta.
Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain. Sehingga dalam menangani diarenya juga perlu diperhatikan penyekit penyerta yang ada. Beberapa penyakit penyerta yang sering terjadi bersamaan dengan diare antara lain : infeksi saluran nafas, infeksi susunan saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain ( sepsis, campak ) , kurang gizi, penyakit jantung dan penyakit ginjal.
Berdasarkan Artikerl Universitas Udayana
Edukasi
Pengetahuan yang baik seorang ibu sangat menentukan kesehatan anak. Edukasi yang diberikan seperti cuci tangan sebelum memberi ASI, kebersihan payudara juga perlu diperhatikan, kebersihan makanan termasuk sarana air bersih, kebersihan peralatan, makanan, dan lain-lain.