Endocervicitis ~ Kedokteran dan Kesehatan

Tuesday, November 13, 2018

Endocervicitis


Endocervisitis adalah peradangan pada mukosa dan kelenjar dari serviks yang terjadi setelah aktivitas intercouse pada kelenjar cervicalis, setelah terjadinya aborsi, manipulasi intrauterina atau persalinan pervaginam. Jika tidak diterapi, maka infeksi mungkin meluas menuju uterus, tuba falopi dan cavitas pelvis. Peradangan dapat mengiritasi jaringan servikal yang berakibat terjadinya spotting atau perdarahan dan cervicitis mucopurulen (Brunner & Suddarth's, 2010).

Tanda dan Gejala Endocervicitis
Cervicitis akut: Kotoran vagina tebal dan tebal. Cervicitis kronis: Sedikit sering terjadi keputihan yang tidak kentara. Sakit punggung. Ketidaknyamanan dengan buang air kecil. Ketidaknyamanan dengan hubungan seksual. Cervicitis kronis yang ekstensif: Keputihan vagina. Perdarahan di antara periode menstruasi. Bercak atau berdarah setelah melakukan hubungan seksual

          Pemeriksan Swab
Pemeriksaan: Swab diambil dari sekret dan dianalisis untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang menginfeksi. Tes yang paling akurat adalah dengan pemeriksaan kultur di laboratorium, namun hasil tes dapat diambil dalam tiga hari. Beberapa tes cepat telah dikembangkan untuk mendeteksi protein bakteri atau virus (Chlamydia atau herpes), dan gram stain adalah tes cepat untuk gonore. Pengujian bisa dilakukan pada saat kontrol. Chlamydia, sulit dibedakan dengan gonore karena gejalanya sangat mirip dan sering terjadi bersamaan. Karena itu, banyak dokter lebih suka menggunakan kedua metode pengujian untuk meningkatkan akurasi diagnosis.

A.           Endokrinologi Periode Pre-Menopause

Ada beberapa manifestasi klinis yang menandakan mulainya periode premenopause yang membuat wanita dan dokter sadar bahwa periode reproduktif telah berhenti. Siklus mensruasi yang ireguler atau tidak teratur adalah hal paling jelas dan berhubungan langsung dengan malfungsi dari ovarium. Perdarahan uterus abnormal sampai dengan perdarahan yang lebih serius adalah tanda umum lain dari mulainya periode premenopause yang mungkin terjadi bersamaan dengan menstruasi tetapi lebih sering dikaitkan dengan patofisiologi dari oligomenorea. Manifestasi subfertil ditandai dengan keterambatan atau kurangnya konsepsi akibat ovulasi yang jarang terjadi atau fase luteal yang tidak cukup pada siklus yang panjang juga menjadi tanda tidak langsung terjadinya insufisiensi ovarium. Tingginya frekuensi aborsi dan malformasi diamati dengan meningkatya kejadian pada dekade ke lima kehidupan seorang wanita yang juga menunjukkan adanya kemunduran sistem genital, termasuk kualitas genetik dari ovum. Gejala vasomotor, hot flushes dan berkeringat selama siklus menstruasi merupakan tanda awal tetapi menjadi gejala yang tidak tetap dari premenopause (Batrinos ML, 2013).
Pada wanita, penurunan sistem reproduksi dan disertainya kemunduran endokrin terjadi pada usia akhir tiga puluhan atau awal empat puluhan, dengan penipisan tiba-tiba dari unit fungsional ovarium, folikel dengan periode transisi yang unik sampai siklus mens berakhir (Batrinos ML, 2013).
Jumlah folikel yang menurun, yakni sumber dari hormon ovarium yang mendesak untuk memodulasi umpan balik hipothalamus dan hipofisis, berakibat pada terjadinya ketidakteraturan hormonal yang mengganggu sumbu hipothalamus-hipofisis-ovarium sehingga terjadi status edokrin yang tidak menentu dan terjadinya kelainan klinis (Batrinos ML, 2013).
Gonadotropin releasing hormone (GnRH) dari axis pituitari dan ovarium mengontrol hormon dan fungsi reproduksi dari ovarium yang dipengaruhi oleh aksi umpan balik dari hormon ovarium estradiol (E2) dan progesteron (PG). Tiga peptida dari hormon ovarium yakni inhibin, activin dan follistatin memodulasi aksi dari poros hipothalamus-pituitari-ovarium (Batrinos ML, 2013).
Inhibin di sekresi oleh sel granulosa yang distimulasi oleh FSH dan juga ditemukan di pituitari gonadotropin. Inhibin terdiri dari 2 peptida yakni inhibin A dan inhibin B. Inhibin B bertugas mengurangi sintesis dan sekresi dari FSH dan jumlah dari reseptor GnRH di pituitari dan menghambat pertumbuhan dari folikel antral di ovarium (Makanji Y, dkk, 2011).
Activin diproduksi oleh hipofisis dan sel granulosa ovarium dan terdapat pada beberapa jaringan lainnya. Activin menambah sekresi dari FSH dengan meningkatkan pembentukan reseptor GnRH. Activin bekerja dengan menghambat pituitari pada hormon pertumbuhan, prolaktin dan ACTH. Pada ovarium, activin menambah jumlah dari reseptor FSH pada sel granulosa, meningkatkan aromatisasi pada androgen untuk sintesis estrogen dan memproduksi inhibin (Batrinos ML, 2013).
Follistatin adalah hormon peptida yang disekresi oleh gonadotropin dan sel pituitari lainnya. Follistatin bekerja sebagai inhibitor kuat pada sintesis dan sekresi dari FSH. Follistatin bekerja dengan berikatan dengan activin sehingga dapat menetralkan aksi stimulasi dari activin. Follistatin terdapat pada sel granulosa sebagai respon terhadap FSH (Batrinos ML, 2013).
Kenaikan FSH pada wanita usia akhir tiga puluhan atau awal empat puluhan dianggap sebagai tanda dari penuaan ovarium tanpa melihat usia dan dalam praktik klinis sebagai indikator dari kapasitas ovarium untuk merespon pengobatan dengan fertilisasi in vitro (Batrinos ML, 2013). 
Pola sekresi hormonal pada premenopause menjadi dasar manifestasi klinis. Menstruasi yang tidak teratur sering terjadi, tidak dapat diprediksi dan sangat tergantung individu. Siklus ovulasi dengan durasi yang normal atau durasi yang lama dapat disertai siklus anovulasi atau siklus dengan fase luteal yang tidak cukup atau periode amenore (Batrinos ML, 2013).
Location: Klinik Indomoro, Karanggayam

0 comments:

Post a Comment